REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Menteri BUMN Dahlan Iskan yang tiga kali menolak panggilan DPR dianggap sebagai tindakan melawan hukum negara. Sebagai menteri, Dahlan seharusnya memenuhi panggilan DPR selaku lembaga negara yang memiliki kewenangan memanggil dan mengawasi pemerintah.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, dalam UU Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, parlemen berhak memanggil siapa pun pihak pemerintah yang terkait dengan tugasnya. Karena, hal tersebut merupakan bagian penting dari fungsi parlemen untuk melakukan fungsi pengawasan. "Jadi tidak layak seorang menteri menolak dengan berbagai alasan. Harusnya Dahlan sebagai menteri menghormati DPR sebagai wakil rakyat," kata Feri saat dihubungi Republika, Kamis (20/3).
Bahkan, lanjutnya, berdasarkan undang-undang, DPR berhak memanggil paksa seorang pejabat negara apabila tiga kali tak memenuhi panggilan. Karenanya, tindakan Dahlan yang sudah tiga kali mangkir dari panggilan DPR dianggap merendahkan lembaga negara yang berisi perwakilan rakyat.
"Dahlan harus jantan sebagai menteri. Jangan hanya urus pencitraan saja, tapi dia harus paham sebagai menteri dengan memenuhi panggilan DPR berdasarkan aturan undang-undang," kata Feri.
Komisi IX DPR menyambangi kediaman Menteri BUMN, Dahlan Iskan di Capitol Residence kompleks SCBD, Jakarta Selatan Rabu (20/3) pagi. Ini dilakukan lantaran Dahlan kerap mangkir memenuhi undangan rapat kerja dengan Komisi IX. "Kami ingin menggunakan hak kami memanggil paksa Dahlan Iskan," kata anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatoellah kepada wartawan di kediaman Dahlan, Rabu (20/3).