Selasa 19 Mar 2013 15:51 WIB

Verifikasi Parpol, UU Pemilu Ditafsirkan Berbeda

Rep: Ira Sasmita/ Red: Dewi Mardiani
Logo Bawaslu
Logo Bawaslu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengungkapkan ada penafsiran UU Pemilu yang berbeda-beda. Fenomena penafsiran UU Pemilu dalam kasus Partai Bulan Bintang, kata dia, KPU menerima PBB sebagai peserta pemilu bukan karena pertimbangan hukum, melainkan pertimbangan kepentingan umum.

Dia menilai, KPU khawatir tahapan penyelenggaraan pemilu akan terganggu. "Alasan ini bermasalah, KPU kan lembaga mandiri untuk menempuh upaya hukum. Kalau dia menempuh upaya hukum maka dia menghormati hukum," papar Titi, di Jakarta, Selasa (19/3).

Titi memandang, ada kondisi-kondisi kontradiktif yang disediakan oleh UU yang bisa ditafsirkan berbeda-beda. Jika KPU tidak melaksanakan putusan Bawaslu, ketika tidak ada aturan hukum yang jelas maka disediakan diskresi, yakni dia tidak boleh bertentangan dengan badan hukum. Kedua, kata dia, adalah memperhatikan asas kepentingan umum. "KPU lembaga mandiri, maka ketika pilihan hukum tidak ada, maka KPU bisa menolak," urainya.

Karenanya, Titi berpendapat, ada baiknya dilakukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta tafsir kontradiksi hukum. Kemudian, harus ada persaman persepi antara KPU, Bawaslu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan MA, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebagai lembaga yang berkaitan dengan penyelesaian persoalan dalam penyelenggaraan pemilu.

Sebelumnya, KPU telah menetapkan PBB sebagai peserta pemilu 2014 dengan nomor urut 14. Meski PTTUN mengabulkan gugatan PBB, KPU tetap bersikeras telah melakukan verifikasi dengan benar. Sementara itu, PKPI masih harus menunggu putusan dari PTTUN. Meski telah dikabulkan gugatannya oleh Bawaslu, KPU tidak melaksanakan keputusan Bawaslu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement