REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Indonesia memiliki peluang yang besar bagi pengembangan industri sekaligus pemasaran obat-obatan herbal (nonkimia). Ini tak terlepas dari berkembangnya tren pengobatan herbal. Serta tuntutan kebutuhan hidup sehat masyarakat kelas menengah.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, saat ini impor obat-obatan Indonesia masih sekitar tujuh miliar dolar AS. Artinya, pangsa pasar obat-obatan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan farmasi nasional masih terbuka luas.
"Masyarakat kelas menengah kita mulai menginginkan pola hidup yang sehat," ungkap Hatta di sela kunjungan kerja ke industri jamu PT Sido Muncul bersama Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, Sabtu (16/3).
Tren pengobatan di dunia, lanjutnya, mengarah pada pola alamiah. Demokian juga ketika mencari obat-obatan. Masyarakat cenderung menginginkan obat yang tanpa zat kimia buatan.
Ia pun memperkirakan, pada 2030 akan ada kelas menengah dengan daya beli mencapai 1,8 triliun dolar AS. Dari jumlah itu, pendapatan yang terbesar akan dibelanjakan untuk pendidikan dan kesehatan.
Di lain pihak, lanjut Hatta, negeri ini sangat terkenal degan keahlian di bidang obat tradisional, terutama jamu. Ini dibuktikan dengan adanya ribuan perusahaan jamu tradisional yang tersebar di Tanah Air.
"Jangan sampai pangsa pasar yang besar ini justru diisi oleh jamu-jamu dari uar negeri. Percaya lah, bicara soal jamu, kita lebih hebat dari bangsa-bangsa lain di dunia," tegasnya.
Pemerintah, ujarnya, mendorong lahirnya perusahaan farmasi nasional yang mengandalkan bahan baku lokal. Sehingga, bisa mengurangi ketergantungan impor dan pemborosan devisa negara.