REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) menyayangkan kunjungan 13 organisasi massa (ormas) Islam yang bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Karena pertemuan itu dilakukan saat SBY tengah menghadapi berbagai persoalan internal di Partai Demokrat.
"Kunjungan tersebut terkesan sangat politis. Amat sangat disayangkan Said Aqil Siradj selaku Ketua Umum PBNU memimpin kunjungan ke Istana dan mengeluarkan statement politik tentang dukungan terhadap Presiden SBY," kata aktivis muda NU, Gugus Joko Waskito, Jumat (15/3).
Menurutnya, Said Aqil justru terkesan mempolitisasi NU. Manuver Said Aqil pun jelas-jelas dianggap melenceng jauh dari sejarah berdirinya NU.
Ia menjelaskan, para pendiri, seperti Hasyim Asy'ari, A Wahab Hasbullah, dan Bisri Syansuri, ingin membawa NU sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan. Khususnya, mengurus persoalan sosial, ekonomi, pendidikan dan dakwah.
"NU itu bukan organisasi politik yang dipakai sebagai alat dukung-mendukung kekuasaan," kata Direktur Lembaga Kajian dan Survei Nusantara (Laksnu) tersebut.
Ia menilai, Said Aqil harusnya tidak melakukan dukungan itu. Melainkan harus mendengar dulu bagaimana dawuh para kyai. Termasuk juga jajaran Ra'is Syuriah, pengurus wilayah dan cabang NU.
"Jangan bermanuver politik sendiri dengan menggunakan PBNU sebagai alat politik. Said Aqil layak untuk di evaluasi. Kembalikan NU sesuai dengan khittah perjuangan," papar dia.