Jumat 15 Mar 2013 16:23 WIB

ASH Tuding Kartel Bawang Putih Mainkan Harga

 Pekerja menyusun bawang putih impor saat bongkar muat di Pasar Induk Kramat Jati,Jakarta,Senin (10/12).    (Republika/Prayogi)
Pekerja menyusun bawang putih impor saat bongkar muat di Pasar Induk Kramat Jati,Jakarta,Senin (10/12). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Aliansi Stabilkan Harga (ASH) menduga ada praktik kartel dalam impor komoditas bawang putih, sehingga harganya melambung akhir-akhir ini.

"Dugaan kuat soal kartel itu terlihat dari Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) yang dikeluarkan pemerintah bahwa 50 persen kuota impor bawang putih dikuasai oleh sebuah asosiasi (kartel) yang terdiri atas 21 perusahaan," kata Koordinator Aliansi Stabilkan Harga Abdul Syarif Hidayatullah di Jakarta, Jumat, soal melonjaknya harga bawang putih.

Di berbagai daerah harga bawang putih mencapai Rp 75 ribu perkilogram, sedangkan bawang merah Rp 45 ribu perkilogram. Harga yang sangat di luar batas kewajaran, ucapnya.

Praktik kartel, katanya, bisa dilihat secara sederhana dari adanya kenaikan harga secara mendadak. Praktik kartel semacam itu, sebenarnya juga sudah sering terjadi di negeri ini bahkan sebelum kasus tingginya harga bawang putih di pasaran, kartel juga pernah terjadi pada kasus impor daging sapi.

Kartel adalah gabungan dari para pengusaha yang bertujuan meraih keuntungan besar dengan cara monopoli perdagangan dan mengendalikan produksi dan harga barang.

Ia menegaskan kartel dilarang dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyebutkan bahwa "pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat".

Ia menyebutkan beberapa jenis, yakni kartel harga pokok (prijskartel), kartel harga, kartel syarat, kartel rayon (wilayah), kartel kontingentering, kartel laba dan sindikat penjualan.

"Akibat permainan kartel bawang putih ini, masyarakat sangat dirugikan bahkan dalam lima tahun terakhir inflasi yang terjadi bulan lalu adalah yang tertinggi. Penyebabnya adalah bawang putih," tuturnya.

Abdul Syarif menyatakan maraknya praktik kartel di negara ini, terjadi sebagai akibat hasil kolaborasi antara pengusaha dengan birokrasi rente yang ada di pemerintahan.

"Sebagai negara agraris, Indonesia sebenarnya bisa terbebas dari ketergantungan impor dan praktik-praktik mafia perdangan. Caranya, Indonesia harus segera melaksanakan reforma agraria," ujarnya.

Menurut Abdul Syarif, melalui reforma agraria, petani bisa memiliki tanah dan gairah hidup sebagai petani pun bisa ditumbuhan kembali. "Mari bangun kemandirian ekonomi bangsa, bangun kedaulatan pangan melalui pembaruan agraria," tukasnya.

Ia mendesak pemerintah segera mengatasi gejolak harga bawang tersebut dengan mengeluarkan kebijakan prorakyat.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement