Jumat 15 Mar 2013 03:30 WIB

Pengeboman Ikan Marak di Flores Timur

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Dewi Mardiani
Ilustrasi ikan tuna
Ilustrasi ikan tuna

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas penangkapan ikan dengan melakukan pengeboman masih marak dilakukan para nelayan di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Ikan yang menjadi sasaran pengeboman adalah ikan tuna.

Praktek penangkapan tuna dengan bom ini biasanya dilakukan oleh kelompok nelayan yang terdiri dari lima hingga sepuluh orang. Satu orang bertugas sebagai pelempar bom ke laut, sementara nelayan lainnya bertugas sebagai penyelam yang membawa tuna ke permukaan sebelum tenggelam. 

WWF Indonesia mencatat, kegiatan menangkap tuna dengan bom ini sudah berlangsung sejak tahun 2004. Jumlah nelayan yang melakukan pengeboman di laut juga cenderung meningkat dibanding lima tahun lalu. Jangkauan wilayah pengeboman mereka pun makin meluas dari tahun ke tahun.

Fisheries Senior Officer WWF, Dwi Ariyogagautama, mengatakan di sebuah desa kecil di Flores Timur terdapat 98 armada kapal yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna memakai bom. Dalam sebulan, di desa itu terdapat hingga 150 ledakan di laut. "Seperti sedang ada perang," ungkap dia di Jakarta, Kamis (14/3).

Dia mengatakan bahwa bom yang digunakan nelayan adalah campuran dari pupuk urea dan bahan peledak jenis mesiu. Bahan-bahan itu kemudian ditempatkan dalam botol kaca bekas sirup.

Menurut Ariyoga, praktek penangkapan tuna dengan bom ini juga berimbas pada rusaknya ekosistem laut. Hasil survei WWF mengungkap bahwa 50 persen dari tuna yang dibom tenggelam ke dasar laut dan terbuang percuma sebelum sempat ditangkap nelayan.

Selain itu, ikan lumba-lumba yang berada di sekitar tuna, mati. Sebab, dalam melakukan pengeboman, nelayan menggunakan indikator lumba-lumba. Bila melihat lumba-lumba berenang di permukaan, maka di dekat itu terdapat kawanan tuna. "Dalam sekali ledakan bisa mematikan sekitar enam lumba-lumba," ujar dia lagi.

Aktivitas pengeboman ikan ini tak hanya berimbas pada hewan laut. Data yang dimiliki WWF mengungkap, sejak tahun 2004, sedikitnya lima orang tewas dan dua orang menderita cacat permanen akibat insiden ledakan bom.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement