REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Sejumlah pedagang bawang di Pasar Kramat Tinggi, Kabupaten Batanghari, Jambi, saat ini memilih tidak menjual bawang merah dan bawang putih. Kenaikan harga bawang yang dinilai sudah tidak wajar menjadi penyebabnya.
"Kenaikkan (harga bawang) ini sudah tidak wajar, lebih baik kami tidak berdagang dulu," kata Susi, seorang pedagang di Pasar Kramat Tinggi ketika ditemui, Kamis (14/3).
Harga bawang, terutama bawang merah sejak beberapa hari terakhir terus meroket hingga Rp 40.000 per kilogram, dari sebelumnya di kisaran Rp 16.000 hingga Rp 18.000 per kilogram. "Daripada dagangan kami tidak laku, lebih baik kami tidak jualan dulu," katanya.
Kenaikan harga bawang ini bisa terjadi pada pagi dan sore hari, sehingga sejumlah pembeli mengaku sangat keberatan dengan harga yang berlaku saat ini.
Hal senada dikatakan Noval, pedagang bawang di pasar yang sama yang mengungkapkan, sekalipun ada pedagang bawang yang memilih tetap bertahan menjual dua komoditas tersebut, namun mengalami penurunan omzet.
"Kita tidak berani menyetok bawang terlalu banyak, karena untuk mendapatkan bawang merah dan putih juga susah, bawang yang kami jual ini berasal dari Thailand," ujarnya.
Menurut dia, ketersediaan bawang juga tidak banyak, seperti di Kota Jambi misalnya, pasokan bawang yang biasanya 30 ton perhari, saat ini hanya lima ton per hari. "Saya sampai harus berebutan dengan pengecer atau pedagang sayuran lainnya untuk memperoleh bawang," kata Noval.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan, Diseperindag Kabupaten Batanghari, Suparno membenarkan harga bawang putih dan bawang merah dalam beberapa ini terus merangkak naik.
Melonjaknya harga bawang ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat terutama masyarakat kecil, sementara rumah makan, usaha katering terpaksa juga harus menaikkan harga makanan yang dijualnya.
"Kita terus memantau perkembangan harga bawang ini, namun tidak bisa mengatasi, karena mekanisme pasar yang membuat harga bawang ini naik," katanya.