REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane seharusnya ada sistem kontrol terhadap kinerja Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
''Kami usulkan sebaiknya adanya sistem kontrol atau pengawasan untuk kinerja Densus 88 Antiteror Polri. Sistem ini bisa mengantisipasi munculnya tindak kekerasan, sebagaimana diduga dilakukan oknum anggota Densus 88 pada tersangka teroris,'' ujar Neta saat dihubungi Republika, Selasa (12/3).
Adanya laporan dugaan kekerasan kelewat batas yang dilakukan anggota Densus 88 terhadap pelaku teroris, tegas Neta, harus membuat Mabes Polri, Pemerintah, dan legislatif untuk segera membuat sistem kontrol yang ketat terhadap kinerja Densus 88. ''Selama ini, praktis tidak ada kontrol terhadap kinerja Densus 88,'' tegas Neta.
Mabes Polri harus menanggapi serius laporan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, soal dugaan kekerasan tersebut. Dalam laporannya, Din menunjukkan rekaman video berisi aksi kekerasan yang berpotensi melanggar HAM berat. ''Kami juga mendesak Mabes Polri serius melakukan pembenahan internal Densus 88 agar bekerja sesuai koridor hukum,'' harap Neta.
Menurut Neta, dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan para anggota Densus 88 terhadap pelaku teroris bukanlah dalam satu dua kasusu saja tapi sudah kerap dilakukan.
''Sudah banyak keberatan masyarakat dalam kinerja Densus 88 dalam melakukan penindakan terhadap pelaku teroris. Sikap dan perilaku Densus 88 cenderung menjadi algojo ketimbang sebagai aparat penegak hukum. Semestinya kan, melumpuhkan tersangka untuk kemudian dibawa ke pengadilan,'' tutur Neta.
IPW, lanjutnya, juga menyarankan Densus 88 sebaiknya dibubarkan saja jika kinerjanya selalu mengarah pada pelanggaran hukum dan HAM. ''Kalau meindak dengan melanggar hukum dan HAM, ya sebaiknya bubarkan saja Densus 88,'' tegas Neta.