REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- ProFauna Indonesia meminta pemerintah melakukan penegakan hukum yang mengontrol perdagangan satwa langka dilindungi oleh Undang-undang, yakni UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Dalam UU tersebut sudah jelas dan tegas sanksi bagi yang melanggar. Pelaku perdagangan, baik penjual maupun pembeli dapat dikenakan hukuman 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta," kata Direktur ProFauna Indonesia Rosek Nursahid di Malang, Senin (11/3).
Menurut Rosek, sampai saat ini masih banyak satwa langka dan dilindungi yang masih diperdagangkan secara bebas. Itu artinya, penegakan hukumnya masih lemah dan pemerintah harus meningkatkan pengawasannya.
Selain pemerintah, lanjut dia, masyarakat juga harus membantu pemerintah menghentikan perdagangan satwa secara ilegal tersebut dengan cara tidak membeli satwa yang dilindungi.
Oleh karena itu ProFauna Indonesia akan terus melakukan kampanye secara luas pada masyarakat, salah satunya dengan mengunjungi sekolah dan kampus untuk mengajak generasi muda turut peduli akan pelestarian satwa liar.
Sebab, perdagangan satwa langka menjadi salah satu pemicu utama penyebab terancam punahnya satwa liar Indonesia, setelah mereka ehilangan habitat. Sehingga, perlu keterlibatan masyarakat untuk membantu menyelamatkan satwa itu dari kepunahan.
Rosek mengemukakan perdagangan satwa langka di Tanah Air secara ilegal yang masih marak tersebut bertolak belakang dengan yang dilakukan oleh Howllets Zoo Kota Kent, Inggris yang justru melakukan penangkaran terhadap sejumlah lutung jawa (trachypithecus auratus) dan diserahkan ke Javan Langur Center (JLC).
"Kalau orang asing saja bisa peduli terhadap habitat satwa langka di Indonesia, kenapa kita yang orang Indonesia justru mengabaikannya, bahkan memperdagangkannya secara ilegal, apalagi kalau satwa langka itu harus dibunuh dan hanya diambil dagingnya," ujarnya.
Selama tahun 2012 ProFauna Indonesia mencatat sekitar 91 ekor satwa dilindungi yang diperdagangkan secara tradisional. Ada 21 spesies yang diperdagangkan, yakni lutung jawa (Trachypithecus auratus), kukang (Nycticebus sp), nuri kepala hitam (Lorius lory), dan bayan (Eclectus roratus).
Selain itu juga ada Kakatua besar jambul kuning (Cacatua galerita), kakatua tanimbar (Cacatua goffini), jalak putih (Sturnus melanopterus), tohtor (Megalaima armilaris), elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), jalak bali (Leucopsar rothschildi) serta elang hitam (Ictinaetus malayensis).
Tidak hanya itu, ada penyu hijau (Chelonia mydas), paok pancawarna (Pitta guajana), cekakak sungai (Todirhamphus chloris), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), alap-alap sapi (Falco moluccensis), elang ular bido (Spilornis cheela), elang (Accipitridae), elang tikus (Elanus caeruleus), musang air (Cynogale bennettii) dan landak (Hystrix sp).
Beberapa pasar burung yang masih menjual satwa dilindungi itu antara lain adalah pasar burung di Malang, Pasar Burung Satria, Pasar Burung Bratang, Kupang, Pramuka, Jatinegara, Barito.
Sementara yang diperdagangkan secara online sepanjang tahun 2012 mencapai 303 ekor satwa meliputi 27 spesies. Jenis satwa yang banyak diperdagangkan secara online itu antara lain kancil (Tragulus javanicus) dan trenggiling (Manis javanica).
Selain itu ada kijang (Muntiacus mutjack), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), lutung jawa (Trachypithecus auratus), kukang (Nycticebus sp), elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang hitam (Ictinaetus malayensis), kakatua raja (Probosciger atterimus) dan kakatua seram (Cacatua molucensis).