REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus mutilasi yang banyak diberitakan di berbagai media diprediksi akan menimbulkan lebih banyak kasus pencacahan organ tubuh lainnya. Sebab pembaca atau penerima pesan media memiliki kecenderungan meniru apa yang diterimanya.
Kriminolog Dadang Sudiadi mengatakan banyak versi mengenai teori peniruan penerima pesan terhadap media. "Ada yang mengatakan pengaruhnya langsung dan ada juga yang masih membutuhkan pemicu," kata dia kepada ROL, Ahad (10/3) siang.
Contoh kasus teranyar adalah Benget Situmorang alias Inpus memutilasi istrinya, Darna Sri Astuti dan setelahnya membuang bagian-bagian tubuhnya bersama T di pinggiran Tol Cawang. Beberapa organ masih belum ditemukan hingga kini.
Menurut Dadang, banyaknya pemberitaan media mengenai mutilasi dapat mempengaruhi orang menanamkan pemikiran melakukan hal tersebut. Pelaku kriminal yang menerima pesan media ketika melakukan pembunuhan bisa menjadi pemicu menyelesaikan atau menghilangkan jasad dengan cara pemotongan organ tubuh.
Mutilasi, kata dia, menjadi alasan klasik menghilangkan jejak pembunuhan. Pemisahan organ tubuh biasanya dilakukan pelaku yang sebelumnya tidak memikirkan bagaimana cara menghilangkan atau menyembunyikan mayat korban. Jadi ketika pelaku pembunuhan panik, akan muncul penyelesaian mutilasi dari referensi yang pernah dia baca atau dia lihat.
Pemotongan organ tubuh menjadi beberapa bagian dan dibuang ke jalan Tol, Dadang menduga, karena pemikiran pelaku yang melihat setiap kendaraan di jalan tol melaju kencang dan susah untuk berhenti mendadak ketika melihat sesuatu. Sebelumnya pelaku mengungkapkan, membuang bagian tubuh di jalan Tol agar terlindas oleh kendaraan yang melintas.
Menurut dia, pemberitaan mengenai kasus pemotongan organ tubuh lebih difokuskan kepada reaksi atau jeratan hukum. Jadi tata cara pelaku menghabisi korbannya tidak perlu dideskripsikan dengan detil atau secukupnya saja.