REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Ketua pengurus badan Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGGBP), Pendeta Socrates Sofyan Yoman, mengatakan penyelesaian sejumlah persoalan di wilayah itu dapat dilakukan melalui dialog.
"Dialog damai yang bermartabat antara Indonesia dan Papua tanpa syarat dan dimediasi oleh pihak ketiga, itu solusinya," kata Socrates Sofyan Yoman usai peluncuruan buku "Otonomi Khusus Papua Telah Gagal" di aula STT GKI Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (2/3).
Menurut dia, akar persoalan yang sangat mendasar di wilayah Indonesia timur itu bukan lebih kepada soal kesejahteraan seperti yang didengungkan selama ini oleh elite politik ataupun para pemerhati soal Papua, tetapi lebih kepada masalah pelurusan sejarah Papua ke Indonesia.
"Akar pesoalanya bukan kesejahteraan tetapi soal sejarah Papua dengan Indonesia, hal inilah yang harus dibahas secara baik lewat dialog," katanya.
Ia mengatakan sejak 1961 telah banyak program yang berlaku di Papua hingga pada masa reformasi pada 1998. Pada tahun 1999 rakyat Papua meminta merdeka, namun yang diberikan oleh pemerintah pusat adalah otonomi khusus. Pendeta Socrates yang terkenal vokal itu mengatakan Otsus seharusnya bisa memberikan keberpihakan, pemberdayaan dan perlindungan, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.
Socrates lahir di Situbondo pada 15 Desember 1969 dan merupakan tokoh gereja yang vokal soal Papua. Dia dosen di berbagai Sekolah Tinggi Theologia di Kota dan Kabupaten Jayapura, yang pernah berbicara dengan staf khusus Sekjen PBB pada Oktober 2011. "Pada 6 Maret ini, saya akan luncurkan buku baru lagi dengan judul "Saya Bukan Bangsa Budak."