Jumat 01 Mar 2013 21:38 WIB

Kejagung Terus Bongkar Korupsi yang Libatkan Kementan

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Karta Raharja Ucu
Kantor Kementerian Pertanian.
Foto: IST
Kantor Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) masih berupaya membongkar dugaan korupsi Bantuan Langsung Being Unggul (BLBU) yang melibatkan Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2008-2012.

Dugaan korupsi yang membawa nama PT Sang Hyang Seri (SHS) ini masih berkutat di pemeriksaan sejumlah saksi. Terkait indikasi korupsi yang menyeret Kementan, Kejagung mengatakan ada kemungkinan pemeriksaan dilakukan pada Suswono selaku Menteri Pertanian.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Muda Pidana Khusus, M Adi Toegarisman mengatakan jajarannya masih harus melihat perkembangan dari kasus ini. Ia mengatakan pemeriksaan bisa saja dilakukan kepada Suswono, namun penyelidikan di tingkat saksi yang belakangan mencapai angka ratusan ini harus terlebih dahulu diperhatikan.

 

“Sekarang kan kita fokus dulu periksa para saksi nanti soal itu (memeriksa Suswono) tergantung keterangan yang berhasil dihimpun,” kata dia di Kejakgung, Jumat (1/3).

Adi menegaskan hingga kini jajarannya masih berfokus pada penelusuran penyimpangan dengan target mengumpulkan keterangan saksi sebanyak-banyaknya.

Selama penyidikan, Kejakgung telah memeriksa sedikitnya 62 orang saksi yang tekait dengan program BLBU dan Cadangan Benih Nasional (CBN) ini dari seluruh daerah. Ke-62 saksi ini sendiri ialah staff di PT SHS, Kementan, serta para petani dan pejabat pemerintah daerah tempat program BLBU tersebut dicanangkan, yakni Lampung.

Selain di Lampung, program BLBU juga dilaksankan di Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sehingga, kemungkinan pemeriksaan saksi akan terus melebar.

Hingga kini Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Mereka antara lain, Kaharudin Direktur PT Sang Hyang Seri (SHS), Subagyo Karyawan PT SHS, dan Hartono manajer kantor cabang PT SHS.

Dalam penyelidikan awal kasus ini, Kejagung menemukan adanya penyimpangan dalam proyek tersebut. Kejagung menduga, terjadi penggelembungan anggaran dari proyek ini akibat adanya aksi 'mark up' harga. Meski belum menyebutkan angka pasti, Kejagung menaksir kerugian Negara yang ditimbulkan mencapai puluhan miliar rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement