REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Saat ini marak aktivitas penambangan pasir oleh berbagai perusahaan di Selat Madura. Aktivitas mendapat kecaman karena dinilai mengancam ekosistem dan akan berdampak pada pencaharian nelayan tradisional.
"Aktivitas penambangan pasir di kawasan Selat Madura yang semakin gencar dilakukan juga diprotes keras oleh nelayan di Suramadu," kata Koordinator Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Selamet Daroyni di Jakarta, Kamis (28/2).
Menurut Selamet Daroyni, kaum nelayan tradisional mencemaskan dampak buruk penambangan pasir yang dinilai akan merusak ekosistem laut dan secara langsung berpengaruh bagi pendapatan dan kelangsungan hidup nelayan.
Ironinya, ujar dia, penambangan pasir laut yang berlokasi di kawasan Selat Madura itu sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2006 dengan kedalaman sekitar 12 meter.
Ia memaparkan, salah satu perusahaan yang melakukan penambangan pasir di Teluk Lamong itu dilakukan berdasarkan rencana Pelindo III yang sedang menggagas kawasan Teluk Lawang untuk menjadi pelabuhan multifungsi ("multipurpose") yang siap dioperasikan pada 2014.
"Nelayan terus melakukan berbagai penolakan terhadap penambangan pasir yang telah merusak ekosistem dan mengancam pendapatan nelayan," katanya.
Sebelumnya, Kiara juga mengkritik Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil karena dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Dengan Perpres ini, negara menyetujui praktik pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menggusur masyarakat nelayan dari sumber-sumber kehidupannya," kata Koordinator Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara Selamet Daroyni di Jakarta sepekan sebelumnya.