Kamis 28 Feb 2013 18:38 WIB

Tuntutan Pembubaran Densus 88 Menguat, Terorisme Ditangani Reskrim Saja

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Heri Ruslan
Densus 88 membawa terduga teroris ke Mabes Polri, Jakarta
Foto: Antara
Densus 88 membawa terduga teroris ke Mabes Polri, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mendukung pemikiran Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah Din Syamsuddin yang menginginkan Detasement Khusus (Densus) 88 dibubarkan.

Kontras mengaku sepaham dengan keinginan Din tersebut. Pasalnya, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diontarkan oleh Din terkait ulah Densus 88 memang benar adanya.

 

“Kami juga sudah minta kapolri untuk bubarkan Densus 88, malah sejak dua tahun yang lalu. Tapi tak ada tanggapan,” kata dia saat dihubungi Republika Online, Kamis (28/2).

 

Dia mengatakan, Densus sudah terlalu menampakan citra buruk di mata masyarakat dan justru menyebabkan terorisme semakin meluas. Menurutnya, kebiasaan teroris yang kini tidak hanya menyerang hotel dan tempat ibadah menjadi buktinya.

 

Haris memaparkan, pada awal kemunculannya, teroris kerap kali menyerang symbol-simbol yang mereka anggap sebagai perwakilan kaum kafir. Namun akibat keberingasan Densus 88 dalam menangani terorisme, para teroris justru kini lebih senang menyerang polisi.

 

“Lihat saja tren penyerangan yang dilakukan oleh teroris kini sudah mulai menyasar markas, pos, dan tempat polisi berkumpul. Bukan itu saja, polisinya pun tak segan-segan untuk dibunuh,” kata dia.

 

Dia pun berharap, agar masalah yang ditimbulkan oleh Densus 88 dapat segera dihentikan dengan menonaktifkan satuan yang berdiri sejak tahun 2003 itu.

 

Sebagai gantinya, dia menyarankan agar  kewenangan penanganan teroris dikembalikan kepada satuan Reskrim di setiap daerah dengan bantuan dari pusat.

 

“Dengan ini tidak akan ada lagi satuan yang merasa lebih berwenang dari satuan manapun. Hal tersebut dapat membatasi kewenangan, sehingga kebrutalan seperti yang dilakukan oleh Densus 88 bisa diredam,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement