REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Aktivis peduli lingkungan mendukung upaya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaporkan 26 perusahaan nakal di bidang tambang, hutan dan kebun ke Mabes Polri kemarin. Sejumlah 26 perusahaan dilaporkan karena diduga melakukan praktek korupsi terutama soal perizinan dalam menggeruk kekayaan alam.
Menurut Ketua Partai Hijau Indonesia, Berry Nahdian laporan dari BPK sungguh sangat layak diapresiasi. Pasalnya, di masa-masa sebelumnya, menurut dia ,sektor perusahaan yang bergerak di bidang eksploitasi alam kerap lolos ditindak lanjuti.
Lewat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilengkapi bukti-bukti, dia tak ingin kejadian yang sering ditemui aktivis lingkungan hidup terulang.
“Ini sebenarnya isu lama. Saya saat di Walhi sudah sangat sering bersama kawan-kawan lain melakukan laporan seperti ini dan selalu tidak jelas tindak lanjutnya,” kata dia saat dihubungi Republika Rabu (27/2).
Dia menceritakan,seluruh aktivis peduli lingkungan setiap tahunnya sering melaporkan temuan-temuan yang identik dengan BPK. Bila BPK dengan temuan kejanggalan audit keuangannya, Walhi dan aktivis lainnya melaporkan dampak dari praktek perusahaan ini yang merusak lingkungan.
Seluruh lembaga mulai dari polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kementarian kehutanan, hingga satgas mafia hukum sudah menjadi tempat peraduan mengenai persoalan ini. “Ya begitu, kadang kalau kami tanyakan bilangnya masih dalam proses. Sulit bagi kami untuk meminta kejelasan laporan temuan kami ini pada mereka,” ujarnya.
Berry pun berpendapat, kehadiran lembaga sekelas BPK yang melaporkan perusahaan-perusahaan tadi menjadi kekuatan besar untuk membongkar praktek-praktek korupsi tersebut. Ia berharap pengusutan kejanggalan keuangan 26 perusahaan in akan menguak bahwa aktivitas mereka merusak alam.
“Bukti sudah jelas, temuan-temuannya sudah juga disebutkan di titik-titik apa terjadi penyimpangan, polisi hanya tinggal melanjutkan. Jika sampai tidak terkuak, sekali lagi ini akan menjadi kemenangan kaum kapitalis dan kekalahan bagi Negara,” kata dia.