REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ignatius Mulyono, mengakui dimintai tolong oleh Anas Urbaningrum untuk mengambil surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Bukit Hambalang, Jawa Barat (Jabar).
"Saya tempo hari diminta tolong oleh Pak Anas dan Nazaruddin untuk menanyakan ke BPN mengenai masalah tanah Menpora kepada BPN, kemudian saya mengambil surat keputusan BPN dari pak Sestama," kata Ignatius seusai diperiksa selama sekitar lima jam di gedung KPK Jakarta, Rabu (27/2).
Menpora saat itu dijabat oleh Andi Mallarangeng yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan sangkaan penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan proyek Hambalang. Namun, Ignatius diperiksa KPK sebagai saksi untuk kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dengan tersangka Anas Urbaningrum.
"Saya dengan Pak Menpora pun tidak pernah bicara, saya dengan seluruh anggota Kemenpora tidak mengenal, tapi saya ditelepon Pak Managam untuk mengambil surat itu jadi saya ambil saja, lalu saya serahkan suratnya ke Nazaruddin," kata Ignatius.
Managam adalah Managam Manurung yang saat proyek itu menjabat sebagai Sekretaris Pertama BPN sekaligus pelaksana tugas Deputi II BPN. Namun, ia membantah mengetahui mengenai proyek Hambalang maupun melakukan pertemuan dengan Kepala BPN saat itu Joyo Winoto.
Dalam sejumlah kesempatan, Anas kerap membantah memberikan perintah kepada Ignatius untuk mengurus sertifikat tanah Hambalang. "Ditanyakan soal apakah betul saya memerintahkan Pak Mulyono untuk mengurus sertifikat? Saya tidak pernah memerintahkan mengurus sertifikat," kata Anas usai diperiksa KPK pada 27 Juni 2012.
Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat pelanggaran dalam proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang. Kepala BPN menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai tertanggal 6 Januari 2010 bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 meter persegi di Desa Hambalang. Padahal, surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya diduga palsu.