Rabu 27 Feb 2013 11:24 WIB

KPK Mulai Periksa Saksi untuk Kasus Anas Urbaningrum

Gedung KPK
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memeriksa saksi untuk kasus penerimaan hadiah terkait proyek pembangunan pusat olahraga di Hambalang dengan tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Ignatius Mulyono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AU (Anas Urbaningrum)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.

Ignatius Mulyono adalah anggota Komisi II DPR asal fraksi Partai Demokrat yang disebut-sebut menjadi perantara pengurusan sertifikat tanah untuk Hambalang.

Ia tiba sekitar pukul 10.00 WIB dan mengatakan tidak membawa bukti baru.

"Biasa saja, seperti kemarin, tidak ada yang baru, kita lihat saja nanti," kata Ignatius.

Mantan Ketua Divisi Pembinaan Organisasi Partai Demokrat itu kembali menegaskan bahwa ia tidak mengurus sertifikat pembebasan tanah Hambalang.

"Saya tidak mengurus sertifikat, ini saya membawa surat keputusan pemberian hak kepada menteri pemuda dan olahraga dari Badan Pertanahan Nasional baru kemudian diproses menjadi sertifikat, tapi saya tidak tahu siapa yang memproses sertifikat tanah itu," ungkap Ignatius.

Pada pemeriksaaan November 2012 di KPK, Ignatius menjelaskan bahwa ia hanya menyampaikan surat keputusan Hak Guna Pakai tanah Hambalang dari Sekretaris Utama BPN Managam Manurung kepada Anas Urbaningrum dan mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Ignatius juga mengatakan bahwa Anas Urbaningrum meminta dirinya untuk mengambil sertifikat tanah milik Kemenpora di BPN.

"Saya diundang Ketua Fraksi (Anas), ditanya apakah di Komisi II dan pasangan kerjanya BPN? Betul, baru dimintai tolong untuk menanyakan masalah tanah Kemenpora yang belum selesai prosesnya itu saja," katanya pada November 2012.

Menurut hasil audit BPK, Kepala BPN menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai tertanggal 6 Januari 2010 bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga atas tanah seluas 312.448 meter persegi di Desa Hambalang. Padahal, persyaratan berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya diduga palsu.

Dalam kasus ini Anas disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 12 huruf a adalah mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya; sedangkan pasal 12 huruf b menyebutkan hadiah tersebut sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Sedangkan pasal 11 adalah penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50-250juta.

Penerimaan hadiah yang disangkakan menurut KPK berupa mobil dan uang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement