REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tingkat kebocoran cukai di wilayah Jawa Tengah (Jateng) - DIY tahun 2012, tergolong tinggi. Besarannya mencapai Rp 6,73 miliar. Karena itu, Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Yogyakarta melakukan kordinasi dan penandatanganan MoU pengawasan cukai dengan Kanwil Jawa Timur (Jatim).
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Jateng - DIY, Nasar Salim, mengatakan kerugian tersebut disebabkan lemahnya sistem pengawasan dan banyaknya perusahaan nakal yang tidak taat membayar cukai.
Karena itu, sebagai wilayah yang mempunyai capaian target sebesar 90 persen, Jateng - DIY dan Jatim harus bekerja dalam satu atap kesepahaman. "Agar ke depannya kami mempunyai acuan dan langkah kongrit meminimalisir kebocoran tersebut," kata Nasar dalam konfrensi pers di Kanwil Yogyakarta belum lama ini.
Dia menyebutkan, modus pelanggaran yang dilakukan, khususnya di perusahaan rokok bervariatif. Mulai dari menggunakan cukai polos, pita palsu, permainan tarif hingga memakai pita cukai perusahaan lain.
Saat ini pihaknya sudah dapat menekan jumlah perusahaan tersebut. Sebab, berdasarkan data yang dihimpun, jumlah pabrik produksi rokok skala nasional saat ini ada sekitar 800 perusahaan, mengalami penurunan di banding sebelumnya yang mencapai ribuan perusahaan. "Strategi kami yakni, memperketat pengawasan mulai dari awal hingga akhir produksi," ujarnya.
Dikatakan Nasar, hal itu dilakukan guna memprediksi nominal yang tepat dalam menentukan cukai dari produksi rokok itu. Karenannya, kerja sama antarwilayah penghasil tembakau terbesar yakni Jatim, harus berjalan. "MoU itu meliputi kerja sama bidang intelijen, pengawasan, dan saling tukar data hingga penindakan terhadap pelanggar."
Total target cukai wilayah Jateng - DIY, Jatim I (Malang) dan Jatim II (Surabaya) sebesar Rp 103 miliyar. Meskipun Nasar menilai, pencapaian cukai setiap tahun selalu melebihi target, namun, tetap diperlukan adanya pengawasan, hingga tidak menimbulkan kerugian negera.