REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga daging sapi yang tidak juga turun dinilai akibat ulah spekulan. Permainan harga pun kerap terjadi karena tidak ada informasi yang sama mengenai harga.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hermanto menyatakan, celah tersebut dimanfaatkan oleh spekulan untuk menguasai pasar.
"Perbedaan informasi menyebabkan pasar daging tidak efisien," ujar Hermanto pada diskusi 'Bedah Tuntas Swasembada dan Impor Daging Sapi' di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/02).
Padahal, anggota Komisi IV tersebut menilai Indonesia semestinya bisa melakukan swasembada sapi. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik menunjukkan konsumsi daging perkapita mencapai 2,2 kilogram. Sedangkan kebutuhan daging sapi nasional sebesar 532,8 juta kilogram pada 2013.
Sementara itu produksi sapi potong mencapai 16,8 juta ekor. Satu sapi setara dengan 345,82 kg per ekor. Maka kemampuan produksi daging sapi nasional mencapai 5,8 miliar kilogram.
Tingginya harga daging juga disebabkan oleh rumitnya sistem distribusi. Konsumsi tertinggi terpusat di tiga wilayah, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Di sisi lain, sentra produksi daging sebagian besar berada di wilayah timur Indonesia termasuk Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dukungan transportasi yang memadai dibutuhkan agar pasokan sapi disalurkan dengan cepat dan murah.