Kamis 21 Feb 2013 23:16 WIB

Waspadai Caleg 'Incumbent' Berkinerja Buruk

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal April 2014 dijadwalkan KPU sebagai masa pendaftaran calon anggota legislatif DPR, DPRD, dan DPD pemilu 2014. Setiap partai politik akan menempatkan kader mereka pada daftar calon sementara (DCS) untuk kemudian diverifikasi sebagai daftar calon tetap (DCT).

Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri mengatakan, yang harus dikritisi pada tahapan pendaftaran caleg adalah kader parpol yang kelak ditetapkan sebagai DCT.

Sebagian parpol, menurut Ronald telah mengonfirmasi kebijakan untuk mendorong bahkan memprioritaskan anggota DPR periode 2009-2014 untuk dicalonkan kembali. 

"Pencalonan tidak disertai informasi memadai tentang kinerja mereka, dan pencapaian selama menjadi anggota DPR incumbent," kata Ronald pada diskusi bertajuk 'Tahun Politik: Lunasi atau Ingkar Mandat 

Menurut Ronald, perlu didesak agar parpol yang mempunyai kebijakan mencalonkan kembali caleg incumbent harus dicertai catatan kinerja dan harus bisa diakses semudah mungkin masyarakat. 

"Anggota DPR yang kinerjanya tidak jelas, tidak laik untuk dicalonkan kembali. Agar masyarakat tidak terus-terusan membeli kucing dalam karung," ungkapnya.

Sementara itu, sisa waktu menjelang pemilu 2014 harus dimanfaatkan wakil rakyat di parlemen untuk melunasi janji politik mereka kepada masyarakat. Sisa dua tahun jangan sampai hanya dimanfaatkan mereka untuk melakukan politik pencitraan.

Karena, lanjut Ronald, tren yang sama selalu berulang. Dimana sebelum masa jabatan berakhir, wakil rakyat di parlemen atau eksekutif seakan berlomba memperlihatkan capaiannya.

"Harusnya mereka berhenti menggunakan pencitraan dengan cara konservatif. Tanpa bicara kalau buktinya bisa dilihat, masyarakat juga pasti percaya," ujar Ronald.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, kekurangang publik selama ini adalah dalam membentuk hubungan dengan wakil rakyat yang mereka pilih. Relasi mandat politik antara rakyat dengan wakilnya terputus. 

"Proses pemilu hanya dimaknai sebagai pendelegasian mandat. Tapi tidak ada relasi mandat," kata Dahlan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement