Rabu 20 Feb 2013 17:13 WIB

Kondisi Balai Latihan Kerja Memprihatinkan

Rep: Fenny Melisa/ Red: Heri Ruslan
balai latihan kerja
Foto: ist
balai latihan kerja

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kondisi Balai Latihan Kerja (BLK) di Indonesia memprihatinkan. Dirjen Bina Pelatihan dan Pengembangan Produktivitas Kemenakertrans, Abdul Wahab Bangkona menuturkan sebagian besar kondisi peralatan yang ada di BLK out of date dan tidak lengkap.

"BLK pertama kali dibangun tahun 1984 dengan jumlah pembangunan 100 unit. Sisanya dibangun setelah itu.  Sebagian besar kondisinya saat ini terutama peralatan seperti mesin-mesin pelatihan sudah out of date dan tidak lengkap," ujar Wahab pada diskusi “Mengejar Kompetensi dan Produktivitas Kerja untuk Tenaga Kerja Berkualitas” di Kantor Kemenakertrans Rabu (20/2).

Wahab mengungkapkan terdapat 21 BLK yang dikelola Kemenakertrans dan 300 BLK yang dikelola pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Ratusan BLK tersebut terbagi menjadi dua blok yaitu BLK yang memberikan pelatihan manajerial dan BLK yang memberikan pelatihan teknik seperti otomotif, pertanian, dan kerajinan.

Untuk merevitalisasi ratusan BLK yang kondisi peralatannya out of date tersebut, Wahab mengungkapkan, dibutuhkan anggaran sebesar Rp 15 triliun. "Biaya operasional BLK memang terbilang besar," ujarnya.

Wahab pemeliharaan BLK yang ada di pemerintah daerah  seringkali terbengkalai. Hal tersebut menurutnya dikarenakan BLK belum menjadi prioritas pembangunan pemerintah daerah. "Memang pembangunan BLK belum menjadi prioritas di daerah. 60 persen APBD diperuntukkan untuk gaji  dan pembangunan infrastruktur.

Akibatnya banyak pemerintah daerah seperti di Sulawesi Utara, Ambon, Maluku, yang mengembalikan BLKnya kepada pusat karena tidak mampu mengelola baik dari segi finasial dan SDM," jelas Wahab.

Hal tersebut, lanjut Wahab, diperparah dengan  kondisi internal BLK yang diisi oleh mereka yang tidak memiliki background mengenai BLK. "Seringkali yang mengurusi BLK atau yang menjadi kepala BLK di daerah tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang BLK. Misalnya mantan dinas kesehatan menjadi kepala BLK. Ini tidak relevan sehingga peran BLK pun menjadi tidak optimal," kata Wahab.

Karena itu, Wahab meminta kepada pemerintah daerah agar memilih kepala BLK yang memang memiliki background mengenai BLK. "Dilain pihak rekrutmen pegawai BLK terutama di daerah harus bersifat massif karena saat ini banyak pegawai BLK yang menjadi instruktur BLK sudah banyak yang pensiun. Apalagi BLK yang ada di daerah terpencil harus ada rekrutmen instruktur BLK dari lokal," ujar Wahab.

Wahab juga menambahkan perlu ada regulasi di daerah agar kepala BLK tidak dipindah ke dinas yang tidak relevan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement