Rabu 20 Feb 2013 09:52 WIB

Ribuan KK di Rawajati Terancam Kehilangan Tempat Tinggal

BPN Jaksel ketika menggelar pertemuan dengan warga Rawajati, Jakarta Selatan
Foto: Istimewa
BPN Jaksel ketika menggelar pertemuan dengan warga Rawajati, Jakarta Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar lima ribu kepala keluarga (KK) di kalurahan Rawajati dan Kalibata Jakarta Selatan terancam kehilangan tempat tinggal. Ini lantaran ada pihak yang tiba-tiba mengklaim memiliki lahan tempat mereka tinggal.  

Bambang Soebroto ketua umum Forum Perjuangan Hak Tanah Rawajati (FPHTR) menilai, klaim itu aneh. Karena warga telah tinggal di lahan seluas 12 hektare tersebut sejak 40 hingga 50 tahun yang lalu. 

"Warga yang terancam itu bertempat tinggal di RW 03, RW 04 dan RW 08 Rawajati Komplek Perindustrian dan RW 10 Kalibata," kata Bambang, Rabu (20/2). 

Ini terungkap dalam pertemuan antara FPHTR, warga dan beberapa pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan. Pertemuan berlangsung di kantor Kalurahan Rawajati kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

Menurut Bambang, warga resah karena tiba-tiba ada yang mengklaim tanah mereka Surat Hak Milik (SHM) di atas tanah empat RW tersebut. Padahal, warga sudah merasa memiliki putusan hukum atas tanah yang mereka tinggali.

Yaitu, putusan PK Mahkamah Agung Nomor 92/PK/Pdt/1986 tertanggal 29 Juni 1987. Surat ini kemudian ditindaklanjuti oleh surat MA Nomor 358/701/II/Um-Tu/Pdt tertanggal 23 Juli 1988.

Putusan itu menyatakan, dengan telah diangkat/dibatalkannya sita/penyerahan tanah tereksekusi kepada penggugat dalam perkara Nomor 2280 K/Sip/1979, maka tanah sengketa kembali dalam keadaan semula. Yaitu, ketika Departemen Perindustrian menguasai tanah secara 'Rechmatig' secara de facto.

Ini karena sudah membebaskan tanah dari penduduk berdasarkan SK Gubernur DCI Jakarta Raya Nomor 20089/BS tertanggal 31 Oktober 1961.

Bahkan, beberapa warga pensiunan Departemen Perindustrian yang tinggal di tanah tersebut menyatakan, telah memiliki administrasi atas nama dan biaya sendiri. Mulai dari membangun rumah, membayar PBB, listrik, dan lainnya. Hal ini telah berjalan sejak pembebasan tanah sekitar 1961-an. 

"Makanya mereka kaget, tiba-tiba ada yang mengkalim tanah mereka."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement