Jumat 15 Feb 2013 23:20 WIB

Beragam Fakta Memilukan di Perbatasan Yordania (Bagian 2-Tamat)

wilayah Yordania berbatasan dengan Suriah
Foto: al-ikhwan.net
wilayah Yordania berbatasan dengan Suriah

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Beragam fakta memilukan ditemukan ketika menyaksikan tenda pengungsian warga Suriah di perbatasan Yordania. Fakta ini disaksikan oleh Direktur Global Humanity Response organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Doddy Cleveland saat melakukan peninjauan tenda pengungsian warga Suriah di perbatasan Yordania pada bulan lalu.

Bulan lalu, Doddy datang ke Suriah untuk menyerahkan bantuan sekaligus melakukan peninjauan terhadap kebutuhan warga setempat yang mengungsi di perbatasan Yordania. Selama di sana, ia  menyaksikan banyaknya anak-anak dan perempuan yang menjadi korban perang Suriah.

Bukan hanya Doddy, Presiden ACT Ahyudin juga tersentuh dengan nasib pengungsi Suriah di perbatasan Yordania. Lewat ACT, ia mengirim relawan medis ke Suriah murni atas nama kemanusiaan.

"Kita 'nafikkan' itu yang namanya politik, perang, Sunni, Syiah, Rusia atau Amerika Serikat. Misi kami mengirimkan relawan ke Suriah murni karena kemanusiaan, tidak ada yang lain," kata Ahyudin.

Ahyudin mengatakan ACT akan mengirimkan enam relawan ke Suriah untuk membantu para pengungsi di negara tersebut. Keenam orang relawan yang akan berangkat, antara lain Direktur Global Humanity Response ACT Doddy Cleveland HP, empat orang relawan medis, yakni Fakhrur Razi, Lukman Hakim, Aris Ramdhani, dan seorang perawat Metty Yuniarti, serta satu orang jurnalis Kompas TV Irwansyah Lubis.

Ahyudin mengatakan berdasarkan informasi yang dihimpun ACT, saat ini terdapat lebih dari 78 ribu korban tewas di Suriah, mayoritas diantaranya merupakan anak-anak dan perempuan. Dalam aksinya, ACT selalu membawa nama Indonesia dalam memberikan bantuan di seluruh penjuru dunia. 

Begitulah beragam fakta memilukan para pengungsi Suriah. Konflik di Suriah sendiri dikabarkan masih berlangsung. Konflik yang dimulai pada Maret 2011 itu diawali dengan demonstrasi damai melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang sudah berkuasa selama empat dekade.

Demonstrasi itu berubah menjadi revolusi berdarah setelah pemerintah melakukan tindakan represi terhadap demonstran. Kedua kelompok dituduh melakukan kekejaman dalam konflik yang sudah berlangsung selama lebih dari 21 bulan itu, namun PBB mengatakan bahwa pihak pemerintah dan sekutunya lebih bersalah.

Perang saudara di Suriah disebut-sebut merupakan konflik terpanjang dan paling mematikan dalam gerakan masyarakat sipil yang mulai meluas di dunia Arab tahun 2011. Konflik itu juga memicu perpecahan sektarian.

Tamat..

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement