Rabu 13 Feb 2013 19:42 WIB

KPK Belum Butuh Bantuan Polri Usut Sprindik

Sprindik tersangka Anas beredar di wartawan
Foto: Republika/Bilal Ramadhan
Sprindik tersangka Anas beredar di wartawan

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa belum membutuhkan bantuan kepolisian dalam mengusut beredarnya dugaan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) yang menyebutkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi sport center Hambalang.

"KPK merasa belum membutuhkan bantuan Polri, karena ini urusan KPK dan kami masih memvalidasi," kata juru bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Rabu.

Dia mengapresiasi pernyataan Kapolri Jenderal Timur Pradopo yang menunggu dan menyerahkan keputusan itu kepada KPK.

Johan menegaskan tim yang dibentuk sedang menginvestigasi keaslian surat yang beredar di media.

Menurut Johan saat ini Tim Investigasi yang dibentuk Pimpinan KPK di bawah Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) masih melaksanakan tugasnya.

Johan mengatakan, tim sudah melapor ke pimpinan bahwa hari ini (Rabu 13/2) kerja mereka masih belum tuntas dan membutuhkan waktu sekitar waktu seminggu untuk menuntaskannya.

"Tolong tunggu hasil kerja tim ini," katanya.

Johan juga mengimbau kepada pihak internal KPK agar tidak memberikan komentar yang dapat mengganggu proses validasi investigasi tim. Selain itu, untuk pihak eksternal dia meminta agar tidak memberikan komentar yang membentuk opini sehingga kontra produktif bagi pemberantasan korupsi.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengaku pihaknya siap membantu mengusut kasus dugaan Sprindik Anas yang beredar di publik. Namun menurut dia sebelum mengusut hal itu, Polri akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan KPK.

"Iya siap (bantu mengusut). Saya bicara fakta bahwa itu ada di KPK. Nanti koordinasi," kata Timur di DPR, Jakarta, Rabu (13/2).

Pada Sabtu (9/2) beredar dokumen dengan kepala surat berjudul "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" yang menetapkan bahwa Anas Urbaningrum sebagai tersangka selaku anggota DPR periode 2009-2014.

Dalam surat itu, Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Surat tersebut ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.

Menanggapi hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar rapat pimpinan (Rapim) guna mengusut dokumen yang diduga merupakan surat perintah penyidikan (sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Rapat pimpinan KPK saat ini sedang dilakukan, isinya adalah KPK melakukan validasi atas dokumen yang berkembang apakah benar milik KPK atau palsu," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (11/2).

KPK menilai jika dokumen itu milik KPK, dokumen tersebut bukan sprindik melainkan dokumen proses administrasi sebelum satu sprindik diterbitkan. Sehingga dokumen itu semacam 'draft' persetujuan, karena dokumen itu tidak bernomor dan tidak lengkap tanda tangan seluruh pimpinan KPK.

Johan menjelaskan satu sprindik selalu diumumkan kepada masyarakat dan pihak yang menandatangani hanya satu orang pimpinan bukan lima orang seperti kolom yang tersedia dalam dokumen yang beredar luas tersebut.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement