Selasa 12 Feb 2013 21:21 WIB

Pidana Cambuk di Aceh Dinilai Mulai Melempem

Hukum cambuk
Foto: Antara
Hukum cambuk

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Adi Hermansyah SH MH menyatakan pidana cambuk bagi terpidana hukum syariat Islam di Provinsi Aceh mulai melemah.

"Indikator mulai melemahnya pidana cambuk ini bisa dilihat dari banyaknya pelanggar yang tidak diproses hukum sesuai qanun atau peraturan daerah syariat Islam," kata Adi Hermansyah di Banda Aceh, Selasa (12/2).

Pernyataan tersebut dikemukakan dalam diskusi rutin di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Diskusi tersebut digelar secara periodik membahas isu-isu terkini di Provinsi Aceh.

Menurut dia, tidak adanya proses hukum pelanggar syariat karena ada upaya lain menyelesaikan kasus tersebut. Upaya lain tersebut seperti penyelesaian secara adat dan kekeluargaan.

Selain itu, lanjut dia, tidak adanya alokasi anggaran dari pemerintah kabupaten/kota untuk eksekusi cambuk, sehingga pidana tersebut tidak bisa dilakukan.

Adi Hermansyah menyebutkan, pidana cambuk diatur dalam qanun atau peraturan daerah dan sudah diberlakukan sejak 2003. Hukuman cambuk merupakan pidana badan di samping jenis pidana lain yang terdapat dalam hukum Islam dan hukum pidana.

"Di Aceh, pidana cambuk telah banyak diterapkan pada beberapa kasus yang berkenaan dengan khalwat atau mesum, maisir atau perjudian, khamar atau minuman keras dan sejenisnya," ujarnya.

Dalam kajian pidana, menurut Adi, hukuman cambuk dapat dianggap sebagai pidana badan. Pidana badan tersebut harus dibedakan untuk membuat jera dan membuat malu.

"Di Aceh, sepertinya hanya pidana cambuk ini untuk membuat malu, bukan membuat jera," ujar Adi seraya menjelaskan di banyak negara lain, misalnya Malaysia, pidana cambuk untuk membuat jera.

Seharusnya, kata dia, keberhasilan penerapan pidana cambuk beberapa tahun sebelumnya untuk menanggulangi pelanggaran syariat Islam. Dan ini bisa menjadikan Aceh sebagai contoh pidana cambuk dalam sistem hukum pidana nasional.

Secara terpisah, Koordinator Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Yuswardi Mustafa mempertanyakan keseriusan pemerintah kabupaten/kota, terutama Kota Banda dalam penegakan syariat Islam, termasuk eksekusi pidana cambuk.

"Sejak beberapa tahun terakhir jarang terlihat ada eksekusi pidana cambuk. Padahal, tidak sedikit pelanggar syariat Islam yang tersangkut berbagai kasus, seperti khalwat, maisir, maupun khamar di Kota Banda Aceh," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, KWPSI mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Wilayatul Hisbah (WH) yang menangani pelanggaran syariat agar serius memproses hukum siapa pun yang terbukti bersalah.

Contohnya, kata dia, seorang pejabat pemerintah yang ditangkap diduga berkhalwat di sebuah salon di Banda Aceh beberapa bulan lalu, bersama seorang wanita nonmuhrimnya, namun hingga kini proses hukumnya tidak jelas.

"Eksekusi pidana cambuk ini seharusnya menjadi contoh kepada orang lain untuk tidak melanggar qanun syariat Islam. Apalagi eksekusi cambuk ini berlangsung halaman masjid dan disaksikan masyarakat," pungkas dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement