Sabtu 09 Feb 2013 22:38 WIB

'Kado' Jamban untuk Cagub Jabar

Jamban
Foto: lussysf.multiply.com
Jamban

REPUBLIKA.CO.ID, Cobalah berkunjung ke Kampung Nyalindung, Cimahi Utara, Jawa Barat. Disana, anda akan dikejutkan dengan kebiasaan warga yang masih suka buang air besar (BAB) di kebun dan semak-semak.

Mereka terpaksa dan terbiasa melakukan ritual itu. Alasannya, tidak ada fasilitas mandi cuci kakus (MCK) komunal. Sementara, rumah tinggal tidak dilengkapi dengan kakus atau jamban.

Mau yang lebih dekat dengan Jakarta? Di Depok, masih provinsi yang sama, banyak warga belum memiliki jamban. Dinas Kesehatan Kota Depok mencatat angka mengejutkan.

Terdapat 15 persen dari 1,8 juta warganya yang tidak punya fasilitas dasar rumah tangga itu. Artinya, sebanyak 270.000 warga buang hajat di kali atau semak-semak. Untuk itu, Depok sebagai kota satelit ibu kota pun 'dipaksa' harus menanggung malu. 

Perilaku kumuh ini ada yang disengaja, ada yang tidak. Ada warga yang memang kebelet kemudian sulit menemukan fasilitas MCK di jalan. Mereka pun memilih untuk menyalurkan hasratnya di berbagai macam tempat seperti selokan, bawah pohon, hingga sungai. 

Ada juga warga yang memang given dengan keadaan. Dia memang pasrah menerima takdir untuk hidup di rumah tanpa toilet meski berharap adanya MCK komunal.

Di laman resminya, Dinas Provinsi Jawa Barat mencatat daerah priangan memang memiliki permasalahan sanitasi. Di wilayah padat penduduk, pengaturan tata ruang seringkali sulit mengambil sela untuk septic tank. 

Sementara di pedesaan, masih terlalu banyak warga yang bertahan dengan 'tradisi' membuang hajat di alam. Mereka lebih nyaman BAB di sungai, danau kolam, bentangan lahan pertanian, kebun dan sawah. 

Pemerintah pun masih sulit menangani masalah ini. Tingkat pertumbuhan penduduk Jawa Barat yang mencapai 1,9 persen per tahun menjadi kendala. Hukum kausal sederhana, pertumbuhan penduduk pasti dibarengi kebutuhan akan MCK. 

Faktanya, baru 56 persen penduduk Jawa Barat yang tidak buang air besar sembarangan. Artinya, dari 41 juta jiwa penduduk Jawa Barat, ada sekitar 18 juta jiwa yang BAB sembarangan.

Sementara saya melamun soal jamban, Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Jawa Barat tengah memasuki masa kampanye. Lima pasang kandidat bersaing menarik simpati warga. Saya pun mencoba mengulik visi misi lima pasangan tersebut.

Amat disayangkan. Dari hasil riset di internet, Tidak ada kandidat yang pernah melontarkan isu kakus. Padahal, pikiran sederhana saya mengatakan kalau revolusi Jawa Barat bisa dimulai dari jamban.

Kalau warga bisa, mau dan punya jamban, otomatis penyakit kesehatan akibat sanitasi seperti diare bisa terhindari. Angka kesehatan pun semakin tinggi. Kalau sehat, performa warga untuk bekerja dan berprestasi bakal lebih terjaga.Manfaat lain, uang yang semestinya digunakan untuk berobat juga bisa dihemat untuk keperluan lain.

Masalah jamban ini memang memiliki dampak ekonomi yang tidak main-main. Penelitian Bank Dunia menunjukkan, dampak sanitasi yang buruk - termasuk jamban - terhadap ekonomi di Asia Tenggara menyebabkan kerugian ekonomi minimal US$9 miliar per tahun.

Jadi, bagaimana bapak ibu calon kepala daerah? Saya pun cuma bisa menitipkan 'kado' jamban ini buat pasangan yang terpilih nanti. Selamat berkompetisi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement