Rabu 06 Feb 2013 14:58 WIB

Samad: Kalau Tak Puas, PKS Bisa Praperadilan

Rep: Hannan Putra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, memahami banyak prasangka yang muncul dari pihak Partai Keadilan Sejahtera terkait dengan penangkapan mantan presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.

Dia pun mengimbau PKS menempuh jalur hukum jika memang tidak terima terhadap penangkapan dan penahanan yang dilakukan pascakonferensi pers, di kantor DPP PKS, Jl Tb Simatupang, Jakarta, Rabu (30/1) lalu. 

"Kita sangat memahami kegelisahan rekan-rekan PKS soal penangkapan tersebut yang menduga kalau KPK melakukan diskriminasi. Jadi, kalau rekan-rekan dari PKS belum bisa menerima penjelasan KPK, pengacara PKS bisa menempuh jalur hukum dengan mengadakan praperadilan," kata Samad, saat rehat pada rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (6/2).

Samad menyadari tindakan KPK yang sangat cepat menyatakan LHI sebagai tersangka mendapatkan tanggapan tak sedap dari PKS. Bahkan, Anis Matta sebagai presiden PKS yang baru diangkat menggantikan LHI jelas menyatakan soal penangkapan LHI adalah sebuah konspirasi busuk untuk menggulingkan PKS.

Dia menjelaskan, kebiasaan di KPK baru akan memeriksa tersangka apabila pengumpulan data dari penyidikan terhadap saksi-saksi serta dokumen lainnya sudah melebihi 50 persen.

Seperti halnya kasus Bank Century yang telah berjalan lama. Karena sampai saat ini, kasus Bank Century masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi. Lalu, mengapa penangkapan dan penetapan Luthfi Hasan Ishaq (LHI) berbeda dari prosedur yang ada?

"Karena kasus presiden PKS adalah kasus yang dikategorikan tertangkap tangan," kata Samad. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement