REPUBLIKA.CO.ID, MUARA GEMBONG -- Sejumlah nelayan di Pantai Mekar, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, terpaksa beralih profesi menjadi pemulung sampah plastik. Hal ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Akibat cuaca ekstrem yang melanda perairan jawa, nelayan di Pantai Mekar memilih untuk tidak melaut. Kondisi ini sudah terjadi sejak tiga bulan yang lalu. Hal ini lantaran kencangnya angin barat yang mulai bertiup sejak November tahun lalu. Para nelayan pun memilih untuk mencari tangkapan di pinggir-pinggir laut dan muara.
''Sekarang kan waktunya angin barat, kalau dipaksakan ke tengah laut, sekuat apapun, kami nggak bakal bisa nahan ombak. Yang ada malah bisa kegulung ombak,'' kata Dullah, nelayan di RT 02/RW 01, Desa Pantai Mekar, Muara Gembong, kepada Republika, Senin (28/1).
Namun, Dullah juga menemui kendala apabila melaut di pinggir laut dan muara. Sampah yang terbawa hingga muara menyulitkan para nelayan untuk mencari tangkapan. Apalagi usai musibah banjir yang melanda daratan, volume sampah di muara menjadi begitu banyak. Bahkan, sampah kerap merusak jala para nelayan. Mereka pun harus menderita kerugian. Harga satu jaring mencapai Rp 300 ribu.
''Kalau sampah udah nyangkut, biasanya jalanya langsung sobek dan enggak bisa diapa-apain. Ujung-ujungnya dijual dan cuma laku 100 ribu,'' ujar Dullah.
Selain itu, hasil tangkapan selama musim angin barat pun tidak pernah memuaskan. Dalam kondisi normal, nelayan bisa mendapatkan Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu. Akan tetapi, kini mereka hanya bisa mendapatkan uang Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu. Angka ini bahkan tidak bisa menutupi modal yang dikeluarkan nelayan. Paling tidak mereka membutuhkan modal sebesar Rp 40 ribu untuk sekali melaut.
Dullah pun mengaku kebingungan dalam memenuhi kebutuhan kelurganya sehari-hari. Jika ke tengah laut, resikonya tergulung ombak. Kalau mencari ikan di pinggir, terhalang oleh sampah. Alhasil para nelayan pun terpaksa menjadi pemulung sampah-sampah plastik, seperti bekas gelas air mineral dan botol.
Dalam sehari, Dullah biasanya bisa mengumpulkan hingga lima sampai enam kilogram sampah plastik. Sampah-sampah tersebut nantinya akan dijual dengan harga dua ribu rupiah per kilogram.
''Yah, sebenarnya kalau buat harian sih gak cukup mas. Tapi, mau gimana lagi. Daripada nggak usaha dan gak ada pemasukan sama sekali,'' ujarnya.
Dullah pun berharap, pemerintah bisa memberikan bantuan, terutama selama musim angin barat ini. Sehingga beban yang dirasakan oleh keluarganya tidak terlalu besar. Selain itu, dia berharap angin barat bisa cepat berakhir. Musim angin barat ini, menurut Dullah, baru akan berakhir pada Februari atau Maret mendatang.
''Tapi, kalau sekarang ini. Angin dan cuacanya susah ditebak. Kadang-kadang, pas kami kira gak ada angin barat. Tau-taunya anginnya keluar,'' ujar Dullah.