REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua DPRD Bali Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi juga menyatakan prihatin dan menyayangkan kejadian seperti di Sumbawa kembali terulang.
"Pluralisme mestinya menjadi kekuatan dan modal bangsa untuk persatuan dan bukan alat pemecah belah," ujarnya.
Menurut dia, di Indonesia tidak perlu banyak aturan yang penting adalah bagaimana pengelola republik ini dapat menjaga dan mengelola persatuan masyarakatnya yang majemuk. Aksi keprihatinan dan tuntutan dari FSSN ini diisi dengan doa bersama dan penyerahan lambang Garuda Pancasila kepada para pejabat dan tokoh masyarakat Bali.
Sementara itu Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyebutkan, bahwa penyelesaian kasus Sumbawa harus melalui ranah hukum dan itu adalah penyelesaian jangka pendek. Bahwa para pelaku dan orang-orang yang terlibat didalanya harus ditangkap an diseret secara hukum. Tetapi jangka panjangnya adalah membangun karakter bangsa, yakni mengaktualisasikan lagi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat.
"Kalau Pancasila sudah dihayati secara benar, kekerasan etnis tidak akan terjadi, tidak akan ada kasus Lampung, tidak akan ada kasus Sumbawa," katanya.
Menurut Pastika, terkait kejadian di Sumbawa, ia telah menelpon Gubernur NTB dan menanyakan masalahnya. Ternyata kata Pastika, penyebabnya sepele dan tidak seharusnya terjadi kerusuhan. "Itu hanya salah faham, salah komunikasi saja," katanya.
Sementara itu Danrem 163/WSA, Kolonel Inf Ida Bagus Purwalaksana mengatakan, semua orang Bali menyayangkan peristiwa di Sumbawa. Orang Bali dalam hal ini katanya, adalah orang Bali yang memang asli Bali, maupun orang Bali yang berasal dari daerah lain. Sama seperti yang terjadi di Sumbawa, adalah sebenarnya antara sesama orang Sumbawa, yang kebetulan ada yang berasal dari Bali.
"Jadi biar hukum yang menyelesaikan masalah itu, karena masalahnya sudah ditangani oleh aparat setempat," katanya.