REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu melakukan audit kavling bangunan. Ini lantaran ditengarai banyaknya bangunan publik yang dipakai untuk perkantoran tidak memenuhi persyaratan.
Pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan, belajar dari kasus tragedi di basement UOB, maka audit kavling bangunan perlu dilakukan.
Menurutnya, minimal ada lima hal yang perlu dicermati dalam audit kavling bangunan tersebut. Pertama, audit basement bangunan.
Audit ini, kata Nirwono, untuk melihat bagaimana efektifitas pompa air bekerja, apakah menggunakan standar normal atau tidak. Kedua, audit sirkulasi udara dari bawah sampai atas. "Ini diperlukan jika terjadi kebakaran," ujar Nirwono, Kamis (24/1).
Yang ketiga, audit kesiapan menghadapi gempa bumi. Arsitektur landsekap Universitas Trisakti ini mengatakan, Jakarta termasuk daerah rawan gempa bumi.
Karena itu, bangunan perkantoran di kota ini, perlu memiliki kesiapan menghadapi gempa. Ini meliputi bagaimana sistem alarmnya, juga jalur-jalur evakuasinya.
Selain itu, audit kavling hijau berupa taman dan sumur resapan air. Menurutnya, setiap kavling bangunan wajib tidak membuang air di kawasan sekitarnya.
Dia menyontohkan, banyak bangunan di kawasan Sarinah yang pembuangan airnya ke jalan raya. Kondisi seperti ini, nantinya justru akan memperberat kerja kapasitas pembungan airnya sendiri.
Audit kelima, adalah kewajiban penyediaaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Menurut jebolan Royal Melbourne Institute of Technology Australia ini, gedung-gedung perkantoran seharusnya tidak boleh mengumpulkan sampah-sampah lalu menunggu diangkut armada dinas kebersihan dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Gedung perkantoran harus punya tanggung jawab sosial. Artinya, mereka juga harus mengurangi sampah yang terbuang melalui IPAL yang mereka miliki," ujarnya.
Nirwono mengatakan, audit kavling bangunan perlu dilakukan bersama-sama oleh Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B), Dinas Tata Ruang, serta dinas terkait lainnya.
Audit perlu dilakukan untuk meninjau kembali pelanggaran-pelangaran apa yang dilakukan. Kemudian sanksi dan imbalannya pun harus diperjelas.
Dia mencontohkan, bagi bangunan yang sudah memenuhi semua persyaratan, pantas diberikan insentif atau penghargaan. "Bisa diberikan misalnya pengurangan PBB, kemudiaan keringanan administrasi atau perizinan dan sebagainya," kata Nirwono.
Menurutnya, Pemda DKI Jakarta perlu melakukan terobosan juga daripada sekadar melarang dan memberikan sanksi. Karena tujuan utamanya adalah memberikan jaminan keselamatan bagi pengguna atau penyewa di setiap bangunan publik yang ada di Jakarta.