REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mempertimpangkan untuk membuat kebijakan menghentikan sementara (moratorium) pembangunan fisik di kawasan Puncak, Bogor. Kebijakan itu diambil untuk mencegah berbagai kerusakan lingkungan, longsor, dan banjir.
“Ya, moratorium,” kata Heryawan saat dihubungi Republika, Kamis (2/1).
Menurut Heryawan, untuk mewujudkan kebijakan itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait. Yaitu, Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok.
Namun, Heryawan mengatakan, untuk mencegah terjadinya bencana alam , tidak cukup hanya dengan melakukan moratorium pembangunan fisik di kawasan Puncak. Tetapi, harus ada upaya penghijauan kembali.
Selain itu, ada upaya normalisasi sungai yang berasal dari kawasan Puncak dan mengalir ke Jakarta. Langkah-langkah itu harus dilakukan dengan koordinasi yang terpadu antara pemerintah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Pusat.
Saat ditanya soal Waduk Ciawi, yang dipersiapkan untuk mencegah terjadinya banjir Jakarta, Heryawan menjawab bahwa hal tersebut tidak bisa dibebankan kepada Jawa Barat sendiri. Harus ada kesepakatan dan pembicaraan yang kuat antar pemerintah daerah yang terkait.
“Itu bukan urusan kita sendirian, ini harus ada komitmen kuat antara pemerintah pusat, DKI dan Jawa Barat,“ katanya.
Yang jelas, lanjut Heryawan, selama Waduk itu memberikan manfaat untuk penanggulangan banjir, maka pihaknya akan sangat mendukung. Namun, jika tidak maka harus dievaluasi apakah pembangunan itu perlu atau tidak.
Dihubungi terpisah, Direktur Sungai dan Pantai DIrektorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaaan Umum Pitoyo Subandrio mengatakan, pihaknya sudah bergerak untuk melakukan perbaikan-perbaikan di kawasan hulu sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta. Yaitu, perbaikan daerah aliran sungai, situ-situ.
Selain itu, pihaknya juga telah membuat dam parit yaitu pembendungan sungai dengan bronjong (Bronjong adalah kawat yang dibuat dari anyaman kawat berlapis seng yang berguna untuk pencegahan erosi).
Teknik ini adalah cara yang sangat sederhana dan murah. Sehingga, masyarakat di kawasan hulu bisa dengan mudah mengikuti teknik ini.
“Kalau semua masyarakat sudah mengikuti maka air yang mengalir ke Jakarta bisa tertahan dengan tidak berlebihan,” kata Pitoyo .