Jumat 25 Jan 2013 02:07 WIB

Kekerasan Seksual Makin Marak, Ini Pemicunya

Anak laki-laki/ilustrasi
Foto: spelb.com
Anak laki-laki/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG---Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Ferdinand Hindiarto menilai maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak akibat menurunnya kualitas interaksi dalam keluarga.

"Pelaku kekerasan seksual seringnya justru berasal dari orang terdekat, bahkan ayah kandung tega menghancurkan masa depan anaknya. Ini karena kualitas interaksi dalam keluarga yang menurun," katanya.

Menurut dia, menurunnya kualitas interaksi dalam keluarga bisa disebabkan banyak faktor, di antaranya masing-masing anggota keluarga, terutama orang tua justru disibukkan dengan aktivitas pribadi yang lebih menarik.

Ia mencontohkan orang tua yang bekerja dari pagi sampai sore, kemudian sesampainya di rumah justru sibuk dengan aktivitas jejaring sosial lewat telepon seluler (ponsel), sementara anak-anaknya tak diperhatikan.

"Kondisi itu membuat kualitas interaksi keluarga semakin menurun, bahkan sampai titik tertentu hilang, tak ada interaksi. Akibatnya, perasaan yang muncul menganggap anggota keluarga seperti orang lain," katanya.

Hubungan emosional antara orang tua dan anaknya, kata dia, kasih sayang paman dengan keponakannya, dan antaranggota keluarga yang seharusnya ada menjadi hilang sehingga tidak ada lagi kontrol sosial dalam keluarga.

"Bahwa kenyataan itu anakku, itu keponakanku, terlupakan. Mereka menganggap itu orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Terjadilah perkosaan yang dilakukan ayah kandung pada anaknya, paman pada keponakan," katanya.

Interaksi dalam keluarga, kata Wakil Rektor III Unika Soegijapranata Semarang itu, menciptakan kontrol sosial yang menjaga hubungan personal antaranggota keluarga secara baik, termasuk tanggung jawab orang tua pada anak.

"Kalau interaksi sosial keluarga hilang, otomatis kontrol sosial dalam keluarga tidak ada. Tidak ada lagi sesuatu yang ditakuti, berbuat begitu saja tanpa ada perasaan. Padahal, korbannya itu anaknya, keluarganya," katanya.

Untuk menjaga kualitas interaksi dalam keluarga, kata dia, diperlukan komitmen setiap anggota keluarga, salah satunya mengurangi atau meniadakan aktivitas individual pada saat waktu berkumpul dengan keluarga di rumah.

"Kalau orang tua dari pagi sampai sore bekerja, malamnya, ya, harus memberikan waktu untuk keluarga. Contoh kecil, sempatkan makan malam bersama, bukan malah asyik pegang 'blackberry', sibuk 'update' status," katanya.

Selain itu, kata Ferdinand, kekerasan seksual yang menimpa anak-anak tidak selalu terjadi pada keluarga yang "broken home", namun bisa terjadi di keluarga mana pun selama tidak ada kedekatan interaksi antarkomponen keluarga.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement