REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadaan sarana pendidikan masih jadi sasaran empuk korupsi. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) hal tersebut disebabkan karena masih minimnya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas baik di tingkat dinas pendidikan maupun satuan pendidikan di tingkat perencanaan maupun penganggaran.
"Berdasarkan informasi yang ICW dapatkan, sepanjang tahun 2012 sekolah-sekolah di Jakarta, baik pada tingkat SD, SMP, maupun SMA/ SMK, seringkali mendapatkan kiriman barang berupa meja, kursi, lemari, maupun buku-buku pelajaran tanpa adanya permintaan dan perencanaan terlebih dahulu dari pihak sekolah," beber peneliti Monitoring Pelayanan Publik ICW, Siti Juliantari Rachman, Kamis (24/1).
Siti menuturkan modus yang sering dilakukan dalam pengadaan sarana pendidikan tersebut yaitu dengan intervensi proses pengadaan sarana pendidikan barang melalui penunjukkan langsung, tender fiktif, maupun memberikan fee untuk mendapatkan proyek tersebut.
Siti menambahkan serupa dengan temuan PPATK semester II 2012 yang menyebutkan terdapat 33,3 persen dugaan penyalahgunaan anggaran pendidikan di lingkungan DKI Jakarta di mana sumber dana yang paling banyak disalahgunakan adalah dana alokasi khusus, APBD, hibah, dan dana BOS.
"Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat alokasi anggaran pendidikan di DKI Jakarta yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2010 total anggaran pendidikan mencapai Rp 5,46 triliun, 2011 menjadi Rp 7,54 triliun, dan 2012 menjadi Rp 9,78 triliun," tutur Siti.
Menurut Siti, anggaran pendidikan yang besar merupakan sasaran empuk korupsi. Karena itu, lanjut Siti, Pemprov DKI harus meningkatkan kualitas tata kelola anggaran pendidikan agar kebocoran dan penyelewengan bisa ditekan.
Siti mengatakan perbaikan tata kelola dapat dilakukan melalui peningkatan transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan pengawasan terhadap pengelolaan dana pendidikan mulai dari level birokrasi pendidikan hingga sekolah.
"Bentuk kongkretnya adalah dengan memberikan ruang yang lebih luas bagi partisipasi masyarakat dan orangtua siswa, serta peningkatan kualitas kelembagaan dan kapasitas komite sekolah," ujarnya.
Siti menuturkan anggaran di sekolah dan birokrasi pendidikan di DKI Jakarta akan selalu terancam korupsi jika masyarakat tidak memiliki kapasitas yang baik untuk ikut serta mengawasi jalannya perencanaan dan penganggaran.
"Untuk itu terobosan-terobosan untuk melakukan penguatan masyarakat tak dapat ditunda lagi," tuturnya.
Dari hasil pemantauan ICW terhadap korupsi di bidang pendidikan sepanjang 2012, tercatat setidaknya ada 40 kasus korupsi yang terungkap. Dari 40 kasus tersebut, modus yang sering digunakan adalah laporan/ kegiatan fiktif, penggelembungan harga, pungutan liar, penggelapan, dan penyelewengan anggaran.