Rabu 23 Jan 2013 07:59 WIB

YLBHI: Relokasi Warga Syiah Sampang Bukan Solusi

 Sejumlah satuan Brimob Polda Jatim berpatroli mengelilingi perkampungan warga Syiah di Desa Karanggayam, Sampang, Jawa Timur.
Sejumlah satuan Brimob Polda Jatim berpatroli mengelilingi perkampungan warga Syiah di Desa Karanggayam, Sampang, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai rencana relokasi terhadap pengungsi warga Syiah Sampang ke lokasi baru bukan penyelesaian persoalan.

"Karena relokasi yang akan dilakukan oleh pemerintah setempat bukanlah sebagai upaya untuk mengakhiri persoalan warga Syiah Sampang," kata Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, dalam siaran pers di Jakarta, semalam.

Bahrain mengatakan, warga Syiah Sampang ingin kembali hidup layak sebagaimana sebelum adanya kejadian pembakaran dan penyerangan terhadap rumah-rumah dan perkampungan mereka. Bahrain menegaskan, kehidupan yang layak merupakan hak dasar warga negara yang sudah diatur dalam konstitusi yakni di Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

"Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Sampang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus memperhatikan konstitusi dalam memperlakukan warga Syiah Sampang sehingga persoalannya segera terselesaikan dan tidak berlarut-larut," katanya.

Menurut Bahrain, keberadaan Fatwa MUI Jawa Timur No Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Ajaran Syiah merupakan penyebab ketidakjelasan nasib warga Syiah Sampang. 

Dalam hukum ketatanegaraan, kata Bahrain, kedudukan MUI sekadar organisasi kemasyarakatan, bukan lembaga negara resmi yang berada dalam struktur ketatanegaraan berdasarkan konstitusi UUD 1945 maupun undang-undang. "Maka sangat tak masuk akal kebebasan hak warga negara dalam beragama direduksi oleh fatwa ulama yang notabene tidak termasuk produk hukum yang mengikat publik," katanya.

Menurut Bahrain, relokasi dan perhatian yang diberikan oleh Pemprov Jawa Timur tidak ada gunanya jika tanpa diiringi dengan pencabutan fatwa MUI, karena secara terus menerus warga Syiah dianggap sebagai pengikut aliran sesat yang harus dijauhi dan pastinya sanksi sosial selalu mengiringi keberadaannya.

Ia pun mengeritik Gubernur Jawa Timur yang mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur. "Pemprov Jawa Timur seharusnya tidak latah dan berpijak kepada amanah konstitusi dalam mengeluarkan kebijakan, karena kedudukan konstitusi merupakan dasar hukum dari segala-galanya di negara Indonesia," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement