REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai penting hak diskresi diberikan kepada kepala daerah yang tertuang dalam RUU Administrasi Pemerintahan. Hal itu kalau dikaitkan dengan banyaknya bencana yang terjadi di Tanah Air belakangan ini.
Juru Bicara Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan wacana hak diskresi sangat tepat dikaitkan dengan kebijakan kepala daerah menghadapi bencana.
Dalam kasus bencana banjir di DKI Jakarta, kata dia, Joko Widodo alias Jokowi bisa menggunakan pos Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) 2012 sebesar Rp 7 triliun untuk membantu korban pengungsian dan penanganan pascabanjir.
Reydonnyzar menilai, Jokowi bisa memanfaatkan dana yang diklasifikasikan untuk tanggap darurat dan cost recovery itu cukup dengan melakukan pemberitahuan kepada DPRD DKI. Sehingga, Jokowi tidak harus melalui mekanisme persetujuan wakil rakyat untuk mengucurkan dana itu.
“Dikeluarkan saja dulu dananya sejauh mekanisme berlaku. Asalkan masih dalam norma dan koridor, dan dilakukan pergeseran anggaran antarobjek, antarjenis, antarkegiatan,” kata dia.
Namun, apabila benar menggunakan anggaran, maka konsekuensinya di APBD Perubahan nantinya dimasukkan pos belanja tidak terduga (BTT). Hal itu juga sesuai dengan Pasal 46 Peraturan Pemerintah 8/2005 tentang mekanisme belanja wajib dan mengikat termasuk anggaran bencana yang boleh menggunakan dana Silpa.
Yang penting, ia menambahkan, komunikasi antara kepala daerah dengan parlemen, sebagai pengawas harus ditingkatkan agar tidak saling menyandera. “Itulah contoh hak diskresi sebagai prinsip vries ermessen, yaitu keleluasaan dan kebebasan kepala daerah bertindak, karena satu situasi yang harus menempatkan kepentingan rakyat di atas segala-galanya,” katanya, Selasa (22/1).
Reydonnyzar mengatakan, Kemendagri mendorong kepala daerah untuk terus berkreasia, berinovasi, dan melakukan terobosan terkait kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena itu, ia melanjutkan, kalau muncul ketakutan beberapa pihak nantinya kepala daerah melakukan penyimpangan kewenangan maka tetap bisa ditindak.
“Yang penting, saat pertanggungjawaban ada audit dan penggunaan dananya masih dalam koridor dan tidak menguntungkan pihak tertentu,” ujar mantan direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah Kemendagri itu.