REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penempatan TKI pasangan suami-istri pada pengguna yang sama di luar negeri merupakan upaya ideal karena dapat mengurangi permasalahan rumah tangga TKI yang bekerja pada sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Hal ini meredam terjadinya selingkuh dan perceraian keluarga TKI.
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Kustini, membuat disertasi tentang strategi pengasuhan anak pada keluarga buruh migran perempuan sukabumi. Di dalamnya, Kustini meneliti 13 keluarga TKI perempuan di Desa Sukawangi, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang menjadi TKI PLRT di Mekkah dan Jeddah, Arab Saudi.
Menurut Kustini, terkait pengasuhan anak TKI yang orang tuanya bekerja di luar negeri diperlukan strategi bersama dari komunitas keluarganya. "TKI Perempuan di Desa Sukawangi mengharuskan anak-anak mereka tetap berada didalam pengasuhan keluarga besarnya, yakni kakek-neneknya, pamannya, atau suaminya," jelas Kustini, kepada Republika, Jumat (18/1).
Kustini menemukan fakta bahwa para TKI dan keluarganya di Desa Sukawangi itu mengaku, seringkali melakukan komunikasi pertelepon atau lewat pesan singkat (SMS) dengan keluarganya yang bekerja di luar negeri.
Untuk menghindari terjadinya masalah terhadap TKI perempuan selama bekerja di luar negeri, Kustini memberikan rekomendasi dua hal, yaitu TKI perempuan tidak punya anak atau masih gadis dan TKI pasangan suami istri seyogyanya diperbolehkan pergi bekerja ke luar negeri pada pengguna yang sama.
“Dua rekomendasi ini saya sampaikan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI,” kata Kustini.
Rekomendasi ini perlu dikuatkan dalam peraturan atau UU, agar penempatan TKI ke depan lebih selektif dan berkualitas. DPR dan Pemerintah menurutnya harus duduk bersama untuk memikirkan nasib TKI ke depan.
Pemerintah jangan hanya menarik pajak dari bekerja di luar negeri. Tidak juga hanya memperhatikan TKI ketika mereka mati di tempatnya bekerja. "Keluarga mereka juga harus diperhatikan," imbuhnya.
Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat, menyatakan penempatan TKI pasangan suami-istri ini sudah terjadi di sejumlah negara tujuan di kawasan Timur Tengah, umumnya yang perempuan bekerja pada sektor PLRT dan lelakinya bekerja sebagai sopir, penjaga kebun atau gudang.
“Dua rekomendasi dari Kustini itu sudah tepat. Rekomendasi dari Kustini tersebut bagian dari suara rakyat, Pemerintah seyogyanya mengapresiasi terhadap pendapat rakyat,” kata Jumhur.
Menurutnya, siapapun termasuk Pemerintah tidak bisa melarang warganya yang hendak bekerja di mana saja, termasuk menjadi TKI di luar negeri. Bekerja, tambah Jumhur, merupakan hak setiap orang yang dilindungi UU.