REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sebanyak 75 persen jumlah pemilih di Kabupaten Cirebon dalam ajang pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Barat berasal dari kelompok pekerja informal. Mereka pun dinilai rawan menjadi sasaran money politic.
"Hal itu berdasarkan survei yang telah kami lakukan beberapa waktu yang lalu,'' ujar Ketua Komunitas Untuk Penataan Kebijakan Publik, (Komunal), Hery Susanto, di Cirebon, Kamis (17/1).
Hery menjelaskan, para pekerja sektor informal itu seperti misalnya pemilik warung, pedagang kaki lima, tukang ojek, nelayan, hingga tukang becak. Mereka yang tidak memiliki hari libur dan berkerja setiap hari itu akan menganggap pemilihan suara sebagai kegiatan yang membuang waktu.
''Karenanya mereka rawan menjadi sasaran money politic,'' kata Hery.
Hery menilai potensi money politic itu muncul disebabkan pekerja informal enggan meluangkan waktunya untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Mereka lebih memilih menggunakan waktunya untuk mencari nafkah dibandingkan menggunakan hak suaranya.
Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon, Abdullah Safei, meminta seluruh pekerja informal di wilayah Kabupaten Cirebon dapat menggunakan hak pilihnya saat pilgub Jabar mendatang. Pasalnya, pilihan mereka akan dapat menentukan masa depan provinsi Jabar selama lima tahun mendatang.
Safei mengakui, berdasarkan pemilu sebelumnya, pekerja informal memang lebih banyak golput. Hal itu dikarenakan mereka lebih memilih mencari nafkah dibandingkan meluangkan waktu untuk memilih.
''Mereka menilai, dengan datang ke TPS maka akan membuat mereka kehilangan pendapatan,'' tutur Safei.