Jumat 18 Jan 2013 01:45 WIB

Kisah Banjir di Jakarta (IV)

Rep: Teguh Setiawan/ Red: M Irwan Ariefyanto
Rumah warga yang terendam banjir akibat meluapnya Banjir kanal Barat di kawasan Karet Tengsin Jakarta Barat, Rabu (16/1).
Foto: Republika/Rakhmawaty
Rumah warga yang terendam banjir akibat meluapnya Banjir kanal Barat di kawasan Karet Tengsin Jakarta Barat, Rabu (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID,Setelah Belanda angkat kaki, Republik Indonesia juga melakukan banyak cara untuk mengatasi banjir. Soekarno, misalnya, membentuk Komando Proyek (Kopro) yang bertugas membangun jaringan irigasi baru dan waduk-waduk, dua di antaranya, Waduk Grogol dan Waduk Tomang, pembangunan polder Setiabudi, Pluit, Grogol, menyodet Kali Grogol, Pesanggrahan, dan pembuatan gorong-gorong Jalan Sudirman.

Pembangunan Cengkareng Drain pada 1980-an relatif hanya mengatasi banjir di Jalan Daan Mogot secara temporer. Sejak satu dekade terakhir, jika curah hujan sangat tinggi, Cengkareng Drain gagal menahan limpahan air Sungai Pesanggrahan dan Kali Mookervaart. Akibatnya, Jalan Daan Mogor kebanjiran lagi.

Pemerintah berniat membangun Ceng kareng Drain II. Namun, pembangunan ini sangat tidak mudah karena permukaan tanah di kawasan Kapuk, Ceng kareng, Kalideres, dan Cipondoh yang cu kup datar. Jika kanal-kanal dibangun di ka wasan ini, air tidak akan mengalir dengan deras pada saat kemarau. Kanal diperkirakan akan mengalami pendangkalan dalam waktu cepat.

Jakarta, seperti Omelanden pada abad ke-17, adalah ekosistem lahan basah. Berbagai pengendalian banjir menjadi sangat mahal karena cepatnya pendangkalan di kanal-kanal yang dibangun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement