Rabu 16 Jan 2013 16:44 WIB

Rabu-Kamis Tanpa Seragam Satpam

Satpam Betawi
Foto: Republika/Andi Nur Aminah
Satpam Betawi

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Andi Nur Aminah

Rinai gerimis membuat aspal di depan SDN Pondok Labu 02-06 Pagi semakin basah. Di depan Jalan Swakarya Bawah, seorang lelaki yang senantiasa berseragam biru putih lengkap dengan topi birunya selalu terlihat sibuk pada jam-jam tertentu. Lelaki berkulit legam itu mengacung-acungkan sebuah tongkat sepanjang 60 centimeter. Bagian atasnya ada bulatan putih bertuliskan: STOP.

Dia adalah Dede, petugas keamanan salah satu sekolah yang berada di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Setiap pagi, lelaki berkumis ini terlihat sibuk di depan pintu gerbang sekolah. Motor-motor pengantar anak sekolah yang keluar masuk gerbang, mobil-mobil yang lalulalang, bocah-bocah yang akan menyeberang, membuatnya tak bisa diam. Saat tongkatnya diacungkan ke atas, puluhan anak sekolah pun berlarian untuk diseberangkan.

Namun Rabu (16/1), Dede tampil tidak seperti biasa. Baju yang dikenakannya bukan seragam biru dan putih. Sepasang pakaian serba hitam membalut tubuhnya. Kepalanya pun ditutupi kopiah yang juga berwarna hitam. Dia melilitkan sebuah sarung plakat hijau bercorak abtsrak di bagian pinggangnya.

‘’Haiiii…. Pak Dede keren sekali,’’ ujar seorang ibu yang mengantar anaknya. Disapa demikian, Dede hanya tersenyum. Seoalah tak perduli, dia kembali larut dengan aktivitasnya mengatur kelancaran arus lalulintas di depan gerbang sekolah itu.

Beragam komentar terlontar dari orang-orang yang melihat aksi satpam ini dengan kostum ‘Betawi’nya. Seorang murid yang diseberangkannya, sebelum masuk ke pintu gerbang, melambaikan tangan sambil berucap terimakasih. Dia berlalu sambil berseloroh, ‘’Pak Dede ganteng sekali. ‘’ Sementara Ridho dan Zaki, murid kelas II sekolah itu mengatakan, satpam sekolahnya jadi seperti mau pergi kondangan.

Sejak Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memberlakukan aturan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di wilayahnya harus mengenakan pakaian adat Betawi, memang ada perubahan yang terlihat di beberapa instansi. Tak terkecuali di sekolah-sekolah.

Jokowi, demikian Gubernur DKI Jakarta ini disapa, telah menetapkan penggunaan pakaian adat Betawi bagi PNS di wilayah kerjanya, setiap hari Rabu. Laki-laki memakai baju sadariah atau baju koko, sedangkan perempuan menggunakan kebaya encim dan kain pucuk rebung. Setelah mulai diberlakukan 2 Januari 2013 lalu, sosialisasi penggunaan baju adat Betawi ini, masih terus dilakukan.

Dede mengatakan, tidak masalah jika dia harus memakai pakaian adat Betawi meskipun harus menjalankan tugas sebagai satpam. ‘’Tidak ada apa-apa, nyaman-nyaman saja,’’ ujarnya.

Menurutnya, dia berpakaian seperti itu memang setelah mendapat pemberitahuan dari Kepala Sekolah. Dia kemudian membuka-buka lemari dan menyiapkan beberapa potong pakaian adat yang dimilikinya, untuk jadi pakaian seragamnya setiap hari Rabu. Dede mengaku, belum membeli baju koko, karena memang sudah punya.

Selain miliknya sendiri, Dede mengatakan, ada beberapa potong pakaian Betawi milik anak atau saudaranya yang bisa dipadu padan dan ditukar-tukar pemakaiannya. Lelaki yang sudah tiga tahun menjadi satpam di SDN Pondok Labu 02-06 pagi itu bahkan bersiap membeli satu kostum baru lagi.

Alasannya, karena selain hari Rabu, pakaian adat Betawi juga diwajibkan dipakai di kalangan pendidikan pada Kamis. ‘’Kalau dari pemda aturannya hari Rabu, ada himbauan juga dari Dinas Pendidikan, Kamis pakai baju adat,’’ kata Dede.

Dede mengatakan, setelah dua pekan menggunakan pakaian adat sambil mengatur lalulintas di depan sekolah, pengguna jalan banyak yang menyapa dan tersenyum saat melintas. Murid-murid sekolah pun banyak yang bertanya-tanya, pakaian adat apa yang dia pakai.

Menurutnya, kebijakan Jokowi ini cukup bagus. Dede menilai, anak-anak sekolah, terutama yang masih kelas 1 hingga kelas 3, bisa belajar mengenal adat Betawi melalui pakaian yang dikenakannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement