REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa kontrak Blok Mahakam di Kalimantan Timur, bakal habis pada Maret 2017 mendatang. Jika kontrak ladang gas itu diperpanjang, maka pemerintah dinilai sudah melakukan kesalahan besar.
Ketua Aliansi Rakyat Kaltim untuk Blok Mahakam, Wahdiat, sangat tidak menyetujui bila pemerintah memperpanjang kontrak dengan pihak asing tersebut.
Sebab menurutnya, pada 2017 itu, negara telah membayar lunas ladang gas Blok Mahakam. "Oleh karena itu jika pemerintah memperpanjang, maka sama saja pemerintah memberi sedekah kepada asing," kata Wahdiat, Sabtu (12/1), di Jakarta.
Menurutnya pengelolaan Blok Mahakam tidak lagi perlu dikelola bersama pihak asing. Sebab Badan Umum Milik Daerah (BUMD) dan negara dinilai mampu melaksanakan pengelolaan sendiri.
"Putra-putri kami mampu mengelolanya," tegas dia.
Aliansi itu menilai, selama puluhan tahun masyarakat Kaltim tidak merassakan dampak positif dari kerjasama tersebut. Pasalnya, ketimpangan pembangunan di Kaltim sangat terasa. Sementara, kontribusi cadangan gas dari provinsi tersebut melimpah.
Ia mengungkapkan masih banyak jalan-jalan di wilayah perbatasan Kaltim yang rusak parah. Sehingga masyarakat sulit melaluinya. Sedangkan pemandangan yang terlihat, kontras dengan adanya sumur-sumur minyak dan gas milik asing di Kaltim.
Wahdiat mencontohkan masyarakat Kaltim masih banyak yang mengalami kekurangan listrik dan air. Masyarakat yang tinggal di daerah Bontang, saat ini masih menggunakan bantuan genset untuk penerangan. "Seperti contoh, kantor Wali Kotanya," terang dia.
Selain itu, Aliansi juga menilai, program kepedulian yang diberikan korporasi asing ini hanya sebatas bentuk pencitraan perusahaan mereka. "Hanya 'charity'," ujar dia.
Karenanya, mewakili rakyat Kaltim, Aliansi Rakyat Kaltim untuk Blok Mahakam berharap Gubernur, DPRD, serta pemerintah mendukung permintaan mereka.