REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) berharap pemerintah dapat menghidupkan lagi kebijakan subsidi uang muka untuk pembelian rumah.
"Kalau subsidi uang muka diberlakukan lagi akan sangat bermanfaat bagi masyarakat berpendapatan rendah yang ingin membeli rumah," kata Ketua Umum DPP Apersi Eddy Ganefo di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan kebijakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP)) dinilai sudah tepat untuk meringankan pembeli melalui kredit pemilikan rumah (KPR).
Namun, katanya, setidaknya kehadiran subsidi uang muka dapat menjadi alternatif.
Eddy menilai kebijakan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) saat ini sudah memadai untuk masyarakat berpendapatan rendah yang ingin membeli rumah dan tinggal perbaikan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kondisi di lapangan yang masih memerlukan perbaikan, katanya, terkait dengan koordinasi perizinan yang sebagian besar porsinya di pemerintah daerah.
"Kemudian ketersediaan listrik di sejumlah daerah masih menjadi kendala sehingga menyulitkan bagi anggota Apersi dalam menjual produknya," katanya.
Eddy mengatakan permintaan perumahan terbesar saat ini masih di Bodetabek, namun terkendala mahalnya harga tanah.
Pengembang Apersi yang sebagian besar bergerak di bidang penyediaan rumah murah, kata dia, menyiasati dengan membangun rumah tipe kecil (21 atau 22) di atas lahan 60 meter persegi.
Terkait hal itu, Apersi telah meminta kepada pemda Botabek utk menghapuskan biaya perizinan.
Apersi juga berharap pemerintah mengatur kembali kebijakan penyediaan rumah susun murah atau dulu dikenal dengan nama Rusunami.
"Kita minta kepastian masalah perizinan yang mudah dan murah serta subsidi dari Menpera dapat digelontorkan untuk Rusunami," ujar Eddy.
Pihaknya menargetkan 1.000 pengembang baru berasal dari berbagai daerah di Indonesia pada 2013 akan bergabung dengan Apersi.
Eddy mengatakan penambahan itu dalam upaya memenuhi target pembangunan perumahan masyarakat berpendapatan rendah pada 2013 yang ditetapkan 100.000 untuk unit subsidi dan 40.000 untuk unit nonsubsidi.