Sabtu 05 Jan 2013 11:11 WIB

2014, Balita Depok Bebas Gizi Buruk

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Setyanadivita Livikacansera
Seorang bocah empat tahun yang diduga menderita gizi buruk.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Seorang bocah empat tahun yang diduga menderita gizi buruk.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dinas Kesehatan Kota Depok menargetkan nol balita penderita gizi buruk pada 2014. Pasalnya, setiap tahun jumlah balita penderita gizi buruk semakin berkurang. 

Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Hardiono, mengatakan target yang ditetapkan untuk mengurangi jumlah balita penderita gizi buruk selalu tercapai. Bahkan, ia mengklaim jumlah yang dicapai telah melebihi target. 

"Jumlah balita penderita gizi buruk selalu kami tangani dengan baik. Bahkan, jumlah targetnya yang berhasil dikurangi lebih banyak," kata Hardiono kepada Republika.

Hardiono mengatakan sejak tahun 2005 hingga 2012, jumlah balita penderita gizi buruk menurun. Pada 2005 tercatat sebanyak 1.133 balita gizi buruk. Angka ini kemudian menurun pada 2006, yakni menjadi 945 balita. Pada 2007, tercatat sebanyak 959 balita, tahun 2008 sebanyak 830 balita, dan 2009 sebanyak 227 balita. 

Sementara itu, pada 2010 jumlah balita penderita gizi buruk sebanyak 199, tahun 2011 turun menjadi 129, dan tahun 2012 diklaim turun menjadi 52 balita. 

Ia menambahkan, angka balita penderita gizi buruk ini telah menurun di Depok dan di bawah target nasional Kementerian Kesehatan yakni minimal 0,5 persen. Sedangkan di Depok tercatat sebanyak 0,04 persen. "Bahkan tidak mencapai 0,1 persen," katanya.

Menurunnya angka balita gizi buruk ini, dikatakannya tercapai atas kerja keras Dinas Kesehatan, Puskesmas, 900 Posyandu, 25 Pos Gizi dari 32 Puskesmas, dan Panti Pemulihan Gizi.

Selain itu, pendampingan yang diberikan kepada orangtua yang anaknya terkena gizi buruk juga dilakukan oleh Pos Gizi. Pemantauan gizi buruk juga menurutnya dilakukan secara door to door oleh kader.

Depok mempunyai 17 tenaga ahli gizi di puskesmas dari 32 Puskesmas yang ada di Depok. Meskipun jumlah ini masih kurang, menurutnya tenaga ahli gizi tersebut telah memberikan andilnya dalam pemberian asupan gizi. 

Selain itu, Hardiono menambahkan faktor terjadinya gizi buruk dapat disebabkan oleh tidak harmonisnya sebuah keluarga. Seperti, terjadinya perceraian. 

Akibatnya, balita tidak terperhatikan asupan gizinya. "Faktor ekonomi dan pola asuh juga bisa berpengaruh terhadap kondisi anaknya," ujarnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement