REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dinilai akan membebani pengusaha mebel. Terlebih, situasi pasar ekspor saat ini masih belum stabil pasca krisis ekonomi yang melanda kawasan Amerika dan Eropa.
Ketua Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo) DIY, Yuli Sugiyanto mengatakan, krisis global saja sudah mengakibatkan 75 persen industri mebel mengalami koleps. Apalagi bila ada kenaikan TDL sebesar 15 persen, maka beban pengusaha akan jadi semakin berat.
"Biaya produksi pasti membengkak, dan otomatis berpengaruh pada harga jual barang, padahal kondisi pasar sedang sulit," ungkap Yuli pada wartawan, Jumat (4/1).
Dia mengatakan, dengan nilai jual yang semakin mahal, dikhawatirkan produk domestik Indonesia akan kalah bersaing dengan pasar luar negeri. Karena itu, dia berharap, pemerintah perlu adakan kompensasi kebijakan atas kenaikan ini.
Seperti halnya, pengurangan pajak, atau fasilitasi untuk penetrasi ekspor ke kawasan Asean. Dengan begitu, produksi usaha lokal tidak mengalami kerugian.
"Harus ada upaya pemerintah ke arah sana atau akan banyak usaha yang akan gulung tikar," ucapnya.
Selain kenaikan TDL dan situasi pasar mebel, pengusaha furnitur juga masih dihadapkan pada masalah sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Pasalnya, prosedur sertifikasi tersebut tergolong rumit dan membutuhkan biaya mahal, yakni seksehatan, ekonomi dan kemandirian.