REPUBLIKA.CO.ID, PADANG---Organisasi pemdampingan korban kekerasan terhadap perempuan "Nuari Perempuan Women's Crisis Center (NP-WCC)" mencatat sebanyak 88 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di Provinsi Sumatera Barat sepanjang tahun 2012.
Koordinator Pendampingan Korban NP-WCC, Meri Rahmi Yenti di Padang, Juma, menyebutkan, kasus kekerasan dalam rumah tangga serta perkosaan dan pencabulan masih mendominasi kekerasan yang terjadi.
"Tercatat 43 kasus kekerasan dalam rumah tangga dan 21 kasus perkosaan dan pencabulan yang mayoritas korbannya adalah gadis berstatus pelajar," katanya.
Hingga kini, dari 43 kasus kekerasan dalam rumah tangga, hanya 7 kasus saja yang sampai dilaporkan ke kepolisian dan pengadilan agama.
"Dari kasus yang sudah di sidang pengadilan, baru satu kasus yang divonis, itu pun diganjar hanya 5 bulan penjara, dan dikenai pasal KUHP, padahal sudah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga," tambah Direktur WCC Nurani Perempuan, Yefri Heriani.
Dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga, korban malah dihadapkan dengan berbagai tantangan di tingkat aparat penegak hukum.
Tantangan itu antara lain, masih terbatasnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap UU-PKDRT, lemahnya perspektif gender aparat penegak hukum dalam penangan kasus KDRT, terbatasnya jumlah petugas perempuan baik di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, serta terbatasnya pelatihan yang didapatkan oleh aparat penegak hukum.
Untuk kasus kekerasan seksual, tantangan terbesar yang dihadapi korban dan keluarga adalah minimnya kelengkapan saksi dan bukti. Bahkan polisi justru menolak untuk memprosesnya karena hanya ada korban sebagai saksi.
"Ada juga korban enggan melapor karena keterbatasan ekonomi walaupun mereka berpendidikan tinggi," kata Yefri.
Kasus lainnya adalah kekerasan dalam berpacaran sebanyak 7 kasus, pelecehan seksual 6 kasus, perkawinan siri yang dipaksa 2 kasus, perdagangan manusia 4 kasus, kekerasan oleh aparat 3 kasus dan kasus kekerasan lain sebanyak 2 kasus.
"Kasus-kasus ini umumnya terjadi di kota Padang, Payakumbuh, dan Pariaman," ujarnya.
Di awal 2013 ini, NP-WCC mengajak keluarga dan kerabat mengembangkan nilai-nilai anti KDRT, mendorong masyarakat dan tokoh masyarakat memberikan dukungan dan rasa keadilan kepada perempuan korban kekerasan serta meminta aparat hukum memberikan rasa aman, menghormati dan menghargai korban yang melaporkan.
Selain itu, pemerintah daerah dan legislatif di Sumatera Barat memberikan perhatian terhadap informasi kekerasan terhadap perempuan dan mengembangkan berbagai kebijakan yang sensitif kepada korban.
Dinas pendidikan juga diminta menindak tegas pihak sekolah yang memberhentikan siswa korban kerasan seksual karena tindakan itu merupakan pelanggaran HAM.
"Selama ini, jika ada korban perkosaan yang masih berstatus pelajar, korban justru dikeluarkan dari sekolah dengan alasan korban yang memintanya," kata Yefri.