Kamis 03 Jan 2013 16:33 WIB

MK: Uji Materi UU Kejaksaan Nebis in Idem

Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi
Foto: Widodo S. Jusuf/Antara
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pokok permohonan pengujian Pasal 30 ayat (1) huruf d UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang diajukan oleh Djailudin Kaisupy "ne bis in idem" (perkara sudah diputus sebelumnya).

"Pokok permohonan Pemohon 'ne bis in idem'," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Kamis. Dengan demikian, lanjutnya, dalam amar putusannya MK menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.

Dalam pertimbangannya, dalam ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan MK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang yang menyatakan, "Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam UU yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali".

Dalam pokok permohonannya, Djailudin pada pokoknya mempersoalkan konstitusionalitas: Pasal 30 ayat (1) huruf d UU 16/2004 yang menyatakan, "Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang".

"Meskipun petitum dalam permohonan a quo berbeda dengan Perkara Nomor 16/PUU-X/2012, namun menurut Mahkamah, esensi permohonan Pemohon yang pada pokoknya mempersoalkan konstitusionalitas kewenangan jaksa sebagai penyidik adalah sama dengan permohonan Pemohon yang telah diputus oleh Mahkamah dengan Putusan Nomor 16/PUU-X/2012, bertanggal 23 Oktober 2012," kata Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi, saat membacakan pertimbangan.

Menurut Fadlil, permohonan tersebut setelah diperiksa secara saksama ternyata tidak didasarkan pada syarat-syarat konstitusionalitas alasan yang berbeda dari permohonan Nomor 16/PUU-X/2012.

Selain itu, lanjutnya, alasan-alasan permohonan Pemohon telah pula dipertimbangkan dalam Putusan Perkara Nomor 16/PUU-X/2012, sehingga permohonan Pemohon "ne bis in idem".

Seperti diketahui, Djailudin Kaisupy, pegawai negeri sipil (PNS) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat, yang saat ini ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Maluku menguji UU Kejaksaan.

Menurut Djailudin, Pasal 30 ayat (1) huruf d dan penjelasannya UU Kejaksaan menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memberikan penjelasan tentang kedudukan jaksa selaku penuntut umum, akan tetapi memberikan kejelasan tentang kedudukan jaksa selaku penyidik.

Menurut dia, dalam pasal tersebut jaksa telah diberi kewenangan sebagai penyidik, tetapi dalam Pasal 1 ayat (2) secara limitatif telah memberikan legimitasi dan kewenangan jaksa selaku penuntut umum bukan sebagai penyidik.

Djailuddin menilai pasal tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum tentang kewenangan jaksa apakah sebagai penyidik atau selaku penuntut umum.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement