REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Persidangan tersangka kasus suap, Kartini Julianna Mandalena Marpaung yang merupakan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang mendapat sorotan Komisi Yudisial (KY). Seusia rencananya, Kartini Marpaung akan menjalani sidang pada awal Januari 2013.
Namun lantaran tersangka disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, yang menjadi tempat kerja, maka muncul kabar tidak sedap terkait objektivitas jalannya persidangan akibat yang memimpin sidang merupakan rekan sendiri.
Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar mengatakan, berdasarkan poin 5.2.1.(2) dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, disebutkan hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila hakim itu memiliki hubungan pertemanan dengan pihak beperkara. Jadi seyogianya, untuk mencegah konflik kepentingan, saran dia, ketua PN Semarang harus memperhatikan hal itu.
Sehingga dalam menunjuk majelis hakim yang menyidangkan kasus Kartini agar memilih sosok kredibel, tegas, dan tidak memiliki jalinan keakraban dengan pihak berperkara. "KY akan mengirim surat resmi kepada ketua PN Semarang dengan tembusan pimpinan pengadilan di atasnya," kata Asep, Kamis (3/1).
Agar proses persidangan berjalan sebagaimana mestinya, pihaknya akan mengirim orang untuk mengikuti proses persidangan dari awal.
Tujuannya adalah untuk menghindari proses sidang yang ganjil dan bisa menimbulkan hal yang tidak diinginkan. "Selain itu, untuk menjaga proses persidangan dapat dilakukan secara fair, dan KY akan memantaunya," ujar Asep.
Kasus itu bermula saat KPK menangkap dua hakim Tipikor pada 17 Agustus lalu di PN Semarang usai melaksanakan upacara kemerdekaan.
Dua hakim itu adalah Kartini Marpaung yang bertugas sebagai di Pengadilan Tipikor Semarang dan Heru Kisbandono, hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor Pontianak. Dari penyitaan dalam transaksi suap itu, KPK memperoleh barang bukti uang tunai Rp 150 juta dan dua mobil yang digunakan untuk transaksi.