Ahad 30 Dec 2012 18:08 WIB

IPW: 2012 Polri Layak Dapat Rapor Merah

Petugas kepolisian lalu lintas menindaki seorang pengendara sepeda motor pada Operasi Zebra Jaya 2012 di Kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (30/11).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Petugas kepolisian lalu lintas menindaki seorang pengendara sepeda motor pada Operasi Zebra Jaya 2012 di Kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) layak mendapatkan rapor merah atas kinerjanya tahun 2012.

Neta menilai serangkaian peristiwa kelam yang terjadi sepanjang tahun 2012 layak menjadi indikator rapor merah Polri tersebut.

"Pada tahun 2012 lebih dari 20 aparat kepolisian tewas terbunuh, 67 lainnya dikeroyok massa. Di sisi lain ada peristiwa salah tembak serta tahanan yang kabur, ini indikator rapor merah Polri," ujar Neta dalam diskusi bertema Membedah Demokratisasi dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia di Cikini, Jakarta, Minggu.

Dalam diskusi tersebut turut hadir Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi dan pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Bonie Hargens.

Neta mengatakan, sepanjang tahun 2012 Polri bekerja secara tidak profesional dan cenderung seenaknya. Pada tahun 2012 konflik antara masyarakat dengan polisi di daerah juga tinggi. Misalnya di daerah-daerah pertambangan emas dan perkebunan.

"Masyarakat menilai polisi lebih memihak para investor, sehingga mengorbankan kepentingan masyarakat setempat di daerah tambang dan perkebunan," kata dia.

Menurut dia, rapor merah Polri juga tidak terlepas dari kurangnya pengawasan petinggi Polri terhadap para bawahannya.

"Karena polisi berengsek umumnya yang jabatannya rendah, pendidikannya cuma tiga bulan dan jenjang karir tidak jelas. Mereka baru bisa dapat tempat enak setelah menjilat atasannya," kata dia.

Dia mengatakan, bukan tidak mungkin 2013 rapor Polri lebih merah dan akan terjadi eskalasi dan kegaduhan politik seiring perilaku elit politik yang enggan memikirkan lapangan pekerjaan dan ekonomi rakyat lantaran hanya memikirkan ego sektoral untuk memenangkan Pemilu 2014.

Elit politik, menurut dia, tidak akan memikirkan lapangan pekerjaan, sehingga akan menyebabkan angka pengangguran tinggi, dan kejahatan meningkat.

Di sisi lain ada peluang upaya balas dendam dari para keluarga teroris yang keluarganya dibunuh oleh polisi sepanjang tahun 2013.

"Anak-anak para teroris yang dibunuh polisi, sekarang sudah besar dan lebih radikal. Contoh di Poso kemarin menunjukkan betapa eskalasinya meningkat, di mana mereka mengirimkan bom di empat kantor polisi, dan dua diantaranya meledak," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement