REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghargaan yang diberikan Universitas Utara Malaysia kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diharapkan tidak membuat pemerintah lupa daratan terkait persoalan yang terus dilakukan Malaysia. Beberapa persoalan tersebut adalah soal tenaga kerja indonesia (TKI) dan yang terbaru seputar penghinaan yang dilakukan mantan menteri Malaysia Zainuddin Maidi.
Pendapat itulah yang diutarakan anggota Komisi I DPR, Meutya hafid kepada Antara, di Jakarta, Kamis (20/12). "Sebuah penghargaan tidak boleh membuat kita lupa untuk menyelesaikan, mendiskusikan, membuat kesepakatan dalam hal-hal yang substansial dan menjadi pokok masalah, semisal, ketenagakerjaan, budaya," katanya.
Ia menilai, pemerintah harus bisa membedakan antara penghargaan dan usaha peningkatan hubungan kedua negara. "Penghargaan ya penghargaan, hubungan ya hubungan. Kalau memang bisa memperbaiki, dari dulu kita saling beri penghargaan saja tapi hubungan bilateral kan jauh lebih kompleks dari sekedar pernghargaan. Walau mungkin bisa sedikit mencairkan ketegangan," kata anggota DPR RI dari Fraksi Golkar itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa Doctor of Philosophy in Leadership of Peace) yang dianugerahkan oleh Universitas Utara Malaysia.