REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Direksi Angkasa Pura (AP) II, Pekik Argo Dahono, mengatakan permasalahan yang kerap terjadi di Bandara Soekarno Hatta adalah buntut dari rumitnya birokrasi yang ada. Hal itu dikatakannya menyusul meledaknya satu Uniterruptible Power Supply (UPS) bandara pada Ahad pekan lalu.
Ia mengatakan, sebagai konsultan kelistrikan di AP, ia sudah sejak lama mengusulkan agar dilakukan penggantian UPS mengingat usianya yang sudah 16 tahun. Memang sulit menentukan usia ideal UPS, namun umumnya UPS diganti jika telah berusia di atas 10 tahun.
Pekik mengaku, AP II selaku pengelola bandara tidak bisa begitu saja membeli UPS. Padahal AP mempunyai kebijakan sendiri soal pengeluaran pengadaan barang.
"Negara kita, semua lagi paranoid, semua lagi takut KPK, lagi takut kejaksaan padahal menurut Undang-Undang dikasih hak untuk menulis SK (Surat Keputusan)," katanya usai jumpa pers di Jakarta, Rabu (19/12).
Ia menilai penunjukan langsung dianggap hal yang aneh di Indonesia, walaupun itu hak. Karena itulah setiap pengadaan barang ditenderkan. Hal inilah yang menurutnya kerap menjadi hambatan.
AP II telah membeli 11 UPS baru yang dipesan langsung dari Jerman senilai Rp16 miliar. Dua diantaranya akan ditempatkan di menara kontrol atau Air Traffic Controller (ATC) sebagai pasokan listrik bagi radar. UPS tersebut tidak tersedia di pasaran alias dibuat khusus. Pengerjaan satu UPS memakan waktu enam bulan. UPS yang baru akan datang Januari tahun depan.
Sambil menunggu UPS baru tiba, AP II telah memindahkan dua UPS lain yang ada di terminal untuk mem-back up radar yang ada.