REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR yang ada dalam rombongan Kunker ke Prancis dan Cina kemarin, Rosyid Hidayat, menampik kunjungan mereka tak bermakna. Ia mengatakan, Kunker yang dilakukan ke Prancis salah satunya, sangatlah penting.
Pasalnya, menurut dia, dalam pembahasan RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan, Prancis adalah tempat yang paling menunjang dijadikan proyek percontohan.
"Ada yang bilang kenapa tidak ke Australia atau Selandia Baru yang dekat dan katanya lebih masuk akal. Padahal kalau mereka paham, sebetulnya justru Perancis lah yang paling tepat," ujar dia pada sebuah diskusi politik di Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu (15/12).
Rosyid berujar, dipilihnya Perancis telah sesuai dengan yang DPR cari serta kategorikan selama pembahasan RUU ini.
Menurut dia, Prancis adalah negara pemasok sapi dan susu terbesar di Eropa plus tidak melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Sehingga Negara tersebut dirasa pas dikunjungi ketimbang Australia yang masih mengimpor sapi dari Brasil.
Dia menambahkan, tidak dipilihnya Australia sebetulnya lebih dikarenakan faktor aturan yang diberlakukan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, MK tidak memperkenankan RUU tersebut apabila Negara yang dijadikan acuan dan telah menerapkan UU yang sama masuk dalam Zona terlarang.
Zona terlarang di sini adalah negara penghasil sapi yang di wilayanya banyak ditemukan sapi-sapi berpenyakit. "Untuk itulah kami datang ke Prancis, Negara ini sangat baik dalam pengelolaan ternak sapinya sehingg dapat menghasilkan daging, susu dan keju yang bagus," ungkap dia.
Menyoal tentang tudingan masyarakat yang menganggap motif utama anggota DPR melakukan Kunker adalah plesir saat, Rosyid tidak sepakat. Ia mengatakan, selama ini jelas ia dan sepuluh orang lainnya bekerja untuk merampungkan RUU tersebut di Prancis dan Cina.
Hanya saja yang menjadi masalah, menurut dia, adalah kurangnya informasi yang diterima masyarakat terkait Kunker mereka ini. Atas hal ini, ia menuding bagian Humas dari DPR RI yang tidak giat mengabarkan seluruh kegiatan Kunker mereka pada masyarakat.
"Kami dukung upaya transparansi. Ini harus. Untuk itu informasi harus dibuka selebar-lebarnya. Tapi ini Humasnya kemana. Kesannya kami seperti yang menutup-nutupi informasi. Padahal tugas dia," ujarnya.
Dirinya mengatakan, peranan pemberi informasi kepada masyarakat adalah tugas utama bagian Humas dan bukan tanggung jawab para pelaku kegiatan.
Maka dari itu, ia mengatakan akan segera melakukan evaluasi di dalam komisinya terkait hal-hal yang berhubungan dengan Kunker. Termasuk persoalan informasi yang terkesan tidak gambalang diterima masyarakat.
"Yang pasti kami di sana bekerja. Di sana kami mengunjungi tempat-tempat yang paling penting dikunjungi terkait masalah RUU. Tidak ada wisata-wisata, apalagi ke menara Eiffel. Tidak itu," kata dia membantah.